tag:blogger.com,1999:blog-24458455278677161072024-02-19T09:08:49.470-08:00ConstellationLifeSemua hal yang terjadi dalam kehidupan memiliki keterkaitan.....constellationlifehttp://www.blogger.com/profile/05164086233297015616noreply@blogger.comBlogger11125tag:blogger.com,1999:blog-2445845527867716107.post-45267907542459819852010-03-13T01:25:00.000-08:002010-03-13T01:45:07.498-08:00Program Menteri Lingkungan Hidup Menangani Pencemaran Air<div style="text-align: justify;"><span style="font-weight: bold; color: rgb(51, 204, 0);">Rizka Afriani</span><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(51, 204, 0);">H1E109034</span><br /><br /><br /><span style="color: rgb(153, 153, 255); font-weight: bold;">Program Kali Bersih (PROKASIH) adalah program yang dijalankan oleh Menteri Lingkungan Hidup untuk menangani pencemaran sungai atau badan air. Program ini dilaksanakan berdasarkan dari Keputusan Menteri LH No.35 Th. 1995</span><br /><br /><span style="color: rgb(153, 153, 255); font-weight: bold;">Tujuan PROKASIH adalah untuk terciptanya kualitas air sungai yang baik,terciptanya sistem kelembagaan yang mampu melaksanakan pengendalian pencemaran air, dan terwujudnya kesadaran serta tanggung jawab masyarakat dalam mengendalikan pencemaran air.</span><br /><span style="color: rgb(153, 153, 255); font-weight: bold;" class="fullpost">pelaksanaan Prokasih dilakukan dengan pendekatan:</span><br /><span style="color: rgb(153, 153, 255); font-weight: bold;" class="fullpost">a. pengendalian sumber pencemaran yang strategis, dan dilakukan secara bertahap dalam suatu program kerja;</span><br /><span style="color: rgb(153, 153, 255); font-weight: bold;" class="fullpost">b. pelaksanaan program kerja sesuai dengan tingkat kemampuan kelembagaan yang ada;</span><br /><span style="color: rgb(153, 153, 255); font-weight: bold;" class="fullpost">c. pelaksanaan dan hasil program kerja harus dapat terukur dan dipertanggungjawabkan kepada masyarakat;</span><br /><div style="text-align: left; color: rgb(153, 153, 255); font-weight: bold;"><span class="fullpost">d. penerapan pentaatan dan penegakan hukum dalam pengendalian pencemaran air.</span><br /></div><br /><span style="color: rgb(153, 153, 255); font-weight: bold;">Tahap pelaksanaan PROKASIH meliputi:</span><br /><span style="color: rgb(153, 153, 255); font-weight: bold;">1. Setelah menteri Lingkungan Hidup berkonsultasi dengan Menteri Dalam Negeri menetapkan provinsi pelaksanaan prokasih.</span><br /><span style="color: rgb(153, 153, 255); font-weight: bold;">2. Gubernur menetapkan sungai dan ruas sungai prokasih.</span><br /><span style="color: rgb(153, 153, 255); font-weight: bold;">3. Gubernur menetapkan rencana kerja prokasih.</span><br /><span style="color: rgb(153, 153, 255); font-weight: bold;">4. Gubernur melaksanakan pemantauan, evaluasi, dan pelaksanaan prokasih di daerah.</span><br /><br />sumber: <span style="font-style: italic; font-weight: bold; color: rgb(255, 153, 255);" class="fullpost">KepMenLH No.35 Th. 1995 Tentang PROKASIH</span><br /><br /><br /><br /></div>constellationlifehttp://www.blogger.com/profile/05164086233297015616noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2445845527867716107.post-79812059024587533532010-03-13T01:04:00.000-08:002010-03-13T01:24:21.406-08:00Mengetahui Air yang Tidak Tercemar.....<div style="text-align: justify;"> <span style="color: rgb(51, 51, 255);font-family:courier new;font-size:180%;" > <span style="font-family:trebuchet ms;">Mendapatkan air bersih, sehat dan layak minum saat ini memang tidak mudah. Ada air yang jernih tapi ternyata memiliki kandungan zat-zat berbahaya yang tinggi. Ada juga air yang tidak memiliki kandungan zat-zat berbahaya namun terlihat keruh sehingga orang-orang enggan untuk meminumnya. </span></span><br /><br /><span style="font-size:130%;"><span style="font-weight: bold; color: rgb(51, 204, 255);">Ciri-ciri air yang layak minum antara lain:</span></span><br /><span style="color: rgb(204, 51, 204); font-weight: bold;">1. Jernih, tidak berbau, tidak berasa dan tidak berwarna.</span><br /><span style="color: rgb(204, 51, 204); font-weight: bold;">2 Suhunya sebaiknya sejuk dan tidak panas.</span><br /><span style="color: rgb(204, 51, 204); font-weight: bold;">3. Bebas unsur-unsur kimia yang berbahaya seperti besi (Fe), seng (Zn), raksa (Hg) dan mangan (Mn).</span><br /><span style="color: rgb(204, 51, 204); font-weight: bold;">4. Tidak mengandung unsur mikrobiologi yang membahayakan seperti coli tinja dan total coliforms.</span><br /><span style="font-size:130%;"><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(204, 102, 204);">Melenyapkan Bakteri dan Logam Berat</span></span><br />Untuk mengatasi kondisi air tanah yang tercemar dan terhindar dari dampak buruk logam dan bakteri, seperti E-coli, Arie Herlambang, peneliti air dari BPPT memberikan beberapa langkah untuk mendapatkan air bersih bebas kuman dan logam, yaitu :<br /><br /><span style="color: rgb(255, 102, 0); font-weight: bold;">Untuk sumur terbuka, salah satu cara mengatasi bakteri dengan kaporit dalam jumlah tepat. Untuk satu sumur cukup dengan satu sendok makan, bekteri di dalam sumur sudah mati.</span><br /><br /><span style="color: rgb(51, 204, 0); font-weight: bold;">Untuk sumur pompa, kaporit sebagai desinfektan dapat diberikan di bak penampungan. Selain sebagai desinfektan, pada daerah berkadar besi dan mangan yang tinggi, kaporit juga berfungsi untuk mengoksidasi logam yang terkandung dalam air.</span><br /><span style="color: rgb(51, 204, 0); font-weight: bold;">Biasanya air akan berwarna merah atau kekuning-kuningan tanda telah terjadi oksidasi. Biarkan saja sebentar agar mengendap. Setelah itu baru disaring.</span><br /><span style="color: rgb(51, 204, 0); font-weight: bold;">Untuk lebih menggumpalkan endapan, bisa juga menambahkan tawas, kemudian diaduk satu arah. Biarkan selama lima belas menit, endapan masih melayang-layang akan menggumpal dan lebih mudah disaring.</span><br /><span style="color: rgb(51, 204, 0); font-weight: bold;">Kadar kaporit yang digunakan, jangan sampai berbau menyengat. Karena bila memasuki paru bisa terjadi oksidasi, dan berefek karsinogen. Selain itu kaporit yang berlebihan juga bisa membunuh mikroorganisme baik dalam tubuh.</span><br /><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0); font-weight: bold;">Penyaringan secara fisik dengan ijuk, kerikil, pasir, dan tawas sudah jarang dipakai, karena tidak praktis.</span><br /><span style="color: rgb(102, 51, 255); font-weight: bold;">Teknologi penyaringan air secara umum dimulai dengan penyaringan makro untuk memisahkan air dari partikel berukuran besar, lalu diendapkan, seperti lumpur. Setelah itu dilakukan proses penggumpalan agar lebih mudah mengendap. Setelah mengendap kotoran disaring menggunakan saringan berukuran 0,2 mm - 0,1 mm. Setelah itu air memasuki saringan mikro dengan ukuran 5 - 1 mikron. Pada saat ini air telah sangat jernih, tetapi belum tentu higienis. Untuk itu air harus melewati proses desinfektan dengan cara menggunakan klorin maupun gas, hidrogen peroksida (H2O2), sinar ultra violet (UV), atau dengan ozon. Tetapi pengolahan instalasi air untuk publik biasanya menggunakan kaporit, karena memiliki tingkat residual yang lebih jauh. Sehingga jika terjadi kebocoran pipa, kemampuan desinfektannya bisa terus berjalan.</span><br /><span style="color: rgb(102, 51, 255); font-weight: bold;">Desinfektan menggunakan sinar UV bertujuan memandukan bakteri dengan radiasi sinar. Sedangkan ozon atau O3 memiliki fungsi yang sama dengan kaporit yaitu sebagai oksidator juga radikal bebas yang dapat membunuh bakteri.</span><br /><br /><br /><div style="text-align: right;"><span style="font-weight: bold; color: rgb(153, 153, 255);font-size:130%;" >Rizka Afriani<br />H1E109034</span><br /></div></div>constellationlifehttp://www.blogger.com/profile/05164086233297015616noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2445845527867716107.post-56680687275709905422010-03-12T19:46:00.000-08:002010-03-12T19:54:19.836-08:00Peraturan Pemerintah Tentang Air Limbah<div style="text-align: center;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-family: arial;">BAB III</span></span><br /><span style="font-size:100%;"><span style="font-family: arial;">PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR Bagian Pertama Wewenang</span></span><br /></div><span style="font-size:100%;"><span style="font-family: arial;">Pasal 18</span><br /></span><div style="text-align: justify; font-family: arial;"><div style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"> (1) Pemerintah melakukan pengendalian pencemaran air pada sumber air yang lintas Propinsi dan atau lintas batas negara.</span><br /><span style="font-size:100%;"> (2) Pemerintah Propinsi melakukan pengendalian pencemaran air pada sumber air yailg lintas Kabupaten / Kota.</span><br /></div><span style="font-size:100%;"> (3) Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan pengendalian pencemaran air pada sumber air yang berada pada Kabupaten/ Kota.<br />Pasal 19<br />Pemerintah dalam melakukanpengendalian pencemaran air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dapat menugaskan Pemerintah propinsi atau Pemerintah Kabupaten / Kota yang bersangkutan.<br />Pasal 20<br />Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten / Kota sesuai dengan kewenangan masing-masing dalam rangka pengendalian pencemaran air pada sumber air berwenang:<br /> a. menetapkan daya tampung beban pencemaran;<br /> b. melakukan inventarisasi dan identifikasi sumber pencemar;<br /> c. menetapkan persyaratan air Iimbah untuk aplikasi pada tanah;<br /> d. menetapkan persyaratan pembuangan air Iimbah ke air atau sumber air;<br /> e. memantau kwalitas air pada sumber air; dan<br /> f. memantau faktor lain yang menyebabkan perubahan mutu air.<br />Pasal 21<br /> (1) Baku mutu air Iimbah nasional ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan memperhatikan saran masukan dari instansi terkait.<br /> (2) Baku mutu air Iimbah daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Propinsi dengan ketentuan sama atau lebih ketat dari baku mutu air Iimbah nasional sebagaiimana dimaksud dalam ayat (1).<br /> (3) Hasil inventarisasi dan identifikasi sumber pencemar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf b, yang dilakukan oleh Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten / Kota disampaikan kepada Menteri secara berkala sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali. 1<br /> (4) Pedoman inventarisasi ditetapkan dengan Keputusan Menteri.<br />Pasal 22<br />Berdasarkan hasil inventarisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3), Menteri menetapkan kebijakan nasional pengendalian pencemaran air.<br />Pasal 23<br /> (1) Dalam rangka upaya pengendalian pencemaran air ditetapkan daya tampung beban pencemmaran air pada sumber air.<br /> (2) Penetapan daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara berkala sekurang-kurangnya 5 (Iima) tahun sekali.<br /> (3) Daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipergunakan untuk<br /> a. pemberian izin lokasi;<br /> b. pengelolaan air dan sumber air ;<br /> c. penetapan rencana tata ruang ;<br /> d. pemberian izin pembuangan air limbah;<br /> e. penetapan mutu air sasaran dan program kerja pengendalian pencemaran air.<br /> (4) Pedoman penetapan daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.<br /><br /></span><div style="text-align: center;"><span style="font-size:100%;">Bagian Kedua Retribusi Pembuangan Air Limbah</span><br /></div><span style="font-size:100%;">Pasal 24<br /> (1) Setiap orang yang membuang air Iimbah ke prasarana dan atau sarana pengelolaan air Iimbah yang disediakan oleh Pemerintah Kabupatenl / Kota dikenakan retribusi.<br /> (2) Retribusi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten / Kota.<br /><br /></span><div style="text-align: center;"><span style="font-size:100%;">Bagian Ketiga Penangulangan Darurat</span><br /></div><span style="font-size:100%;">Pasal 25<br />Setiap usaha dan atau kegiatan wajib membuat rencana penanggulangan pencemaran air pada keadaan darurat dan atau keadaan yang tidak terduga lainnya.<br />Pasal 26<br />Dalam hal terjadi keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, maka penangung jawab usaha dan atau kegiatan wajib melakukan penangulangan dan pemulihan.<br /><br /></span><div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold;font-size:100%;" >BAB IV PELAPORAN</span><br /></div><span style="font-size:100%;">Pasal 27<br /> (1) Setiap orang yang menduga atau mengetahui terjadinya pencemaran ,air, wajib melaporkan kepada Pejabat yang berwenang.<br /> (2) Pejabat yang berwenang yang menerima laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib mencatat<br /> a. tanggal pelaporan;<br /> b. waktu dan tempat;<br /> c. peristiwa yang terjadi;<br /> d. sumber penyebab;<br /> e. perkiraan dampak.<br /> (3) Pejabat yang berwenang yang menerima laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dalam iangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal diterimanya laporan, wajib meneruskanya kepada Bupati / Walikota / Menteri.<br /> (4) Bupati / Walikota / Menteri sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) wa,iib negeri melakukan verifikasi untuk mengetahui tentang kebenaran terjadinya pelanggaran terhadap pengelolaan kualitas air dan atau terjadinya pencemaran air<br /> (5) Apabila hasil verifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) menunjukkan telah terjadinya pelanggaran, maka Bupati / Walikota / Menteri wajib memerintahkan penanggung jawab usaha dan atau kegiatan untuk menanggulangi pelanggaran dan atau pencemaran airr serta dampaknya.<br />Pasal 28<br />Dalam hal penanggung jawab usaha dan atau kegiatan tidak melakukan tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dan Pasal 27 ayat (5) Bupati / walikota / Menteri dapat melaksanakan atau menugaskan pihak ketiga untuk melaksanakannya atas beban biaya penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang bersangkutan.<br />Pasal 29<br />Setiap penanggung,jawab usaha dan atau kegiatan atau pihak ketiga yang ditunjuk untuk melakukan penanggulangan pencemaran air dan pemulihan kualitas air, wajib menyaimpaikan laporannya kepada Bupati / Walikota / Menteri.<br /><br /></span><div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold;font-size:100%;" >BAB VI </span><br /><span style="font-weight: bold;font-size:100%;" >PERSYARATAN PEMANFAATAN DAN PEMBUANGAN AIR LIMBAH </span><br /><span style="font-weight: bold;font-size:100%;" >Bagian Pertama </span><br /><span style="font-weight: bold;font-size:100%;" >Pemanfaatan Air Limbah </span><br /></div><span style="font-size:100%;">Pasal 35<br /> (1) Setiap usaha dan atau kegiatan yang akan memanfaatkan air Iimbah ke tanah untuk aplikasi pada tanah wajib mendapat izin tertulis dari Bupat / Walikota.<br /> (2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan pada hasil kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan atau kajan Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan .<br /> (3) Ketentuan mengenai syarat, tata cara perizinan ditetapkan oleh Bupati / Walikota dengan memperhatian pedoman yang ditetapkan oleh Menteri.<br />Pasal 36<br /> (1) Pemrakarsa melakukan kajian mengenai pemanfaatan air limbah ke tanah Hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang -kurangnya :aplikasi pada tanah.<br /> (2) Berdasarkan hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), pemrakarsa mengajukan permohonan izin kepada Bupati / Walikota. </span> <span style="font-size:100%;"><br /> a. pengaruh terhadap pembudidayaan ikan, hewan, dan tanaman ;<br /> b. pengaruh terhadap kualitas tanah dan air tanah; dan<br /> c. pengaruh terhadap kesehatan masyarakat.<br /> (3) Bupati / Walikota melakukan evaluasi terhadap hasil kajian yang diajukan oleh pemkarssa sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)<br /> (4) Apabila berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) menunjukkan bahwa pemanfaatan air limbah ke tanah untuk aplikasi pada tanah layak lingkungan, maka Bupati/ Walikota menerbitkan izin pemanfaatan air limbah<br /> (5) Penerbitan pemanfaatan air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) diterbitkan dalam jangka waktu selambat-selambatnya 90 (sembilan puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan izin<br /> (6) Pedoman pengkajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.<br /><br /></span><div style="text-align: center;"><span style="font-size:100%;">Bagian kedua </span><br /><span style="font-size:100%;">Pembuangan Air Limbah </span><br /></div><span style="font-size:100%;">Pasal 37<br />Setiap penanggung usaha dan atau kegiatan yang membuang air limbah ke air atau sumber air wajib mencegah dan menangulangi terjadinya pencemaran air<br />Pasal 38<br /> (1) Setiap penanggung jawab usaha atau kegiatan yang membuang air limbah ke air atau sumber air wajib mentaati persyaratan yang ditetapkan dalam izin<br /> (2) Dalam persyaratan izin Pembuangan air Iimbah sebagaimana dimaksud didalam ayat (1) waiib dicantumkan<br /> a. kewajiban untukmengoloa Iimbah;<br /> b. persyaratan mutu dan kuantitas air limbah yang boleh dibuang ke media lingkungan ;<br /> c. persyaratan cara pembuangan air limbah ;<br /> d. persyaratan untuk mengadakan sarana dan prosedur penanggulamgan keadaan darurat ; </span> <span style="font-size:100%;"><br /> e. persyaratan untuk melakukan pemantauan mutu dan debit air limbah ;<br /> f. persyaratan lain yang ditentukan oleh hasil pemeriksaan analisis mengenai dampak lingkungan yang erat kaitannya dengan pengendalian pencemaran air bagi usaha dan atau kegiatan yang wajib melaksanakan analisis mengenai dampak lingkungan ;<br /> g. larangan pembuangan secara sekaligus dalam satu atau pelepasan dadakan ;saat<br /> h. larangan untuk melakukan pengenceran air limbah dalam upaya penataan batas kadar yang diperyaratkan;<br /> i. kewajiban melakukan swapantau dan kewajiban untuk melaporkan hasil swapantau.<br /> (3) Dalam penetapan peryaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bagi air limbah yang mengandung radioaktif, Bupati/ Walikota wajib mendapat rekomendasi tertulis dari lembaga pemerintah yang bertanggung jawab di bidang tenaga atom.<br />Pasal 39<br /> (1) Bupati / Walikota dalam menentukan baku mutu air limbah yang diinginkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 38 ayat (2) didasarkan pada daya tampung beban pencemaran pada sumber air ;<br /> (2) Dalam hal daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) belum dapat ditentukan, maka batas mutu air limbah yang diizinkan ditetapkan berdasarkan bku mutu air limbah nasional sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (1)<br />Pasal 40<br /> (1) Setiap usaha dan kegiatan yang akan membuang air limbah ke air atau sumber air wajib mendapatkan izin tertulis dari Bupati / Walikota.<br /> (2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan pada hasil kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan atau kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan.<br /><br />Pasal 41<br /> (1) Pemrakarsa melakukan kajian mengenai pembuangan air limbah ke air atau sumber air.<br /> (2) Hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi sekurang-kurangnya : </span> <span style="font-size:100%;"><br /> a. pengaruh terhadap pembudidayaan ikan, hewan, dan tanaman<br /> b. pengaruh terhadap kualitas tanah dan air tanah; dan<br /> c. pengaruh terhadap kesehatan masyarakat.<br /> (3) Berdasarkan hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), pemrakarsa mengajukan permohonan izin kepada Bupati / Walikota .<br /> (4) Bupati / Walikota melakukan evaluasi terhadap hasil kajian yang diajukan oleh pemrakarsa sebagaimana dimaksud dalam ayat (3).<br /> (5) Apabila berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana diamksud dalam ayat (4) menunjukakan bahwa pembuangan air limbah ke air atau sumber air layak lingkungan, maka Bupati / Walikota menerbitkan izin pembungan air limbah.<br /> (6) Penerbitan izin pembungan air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) diterbitkan dalam jangka waktu selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh ) hari terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan izin.<br /> (7) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara perizinan pembungan air limbah ditetapkan oleh Bupati /Walikota dengan memperhatikan pedoman yang ditetapkan Menteri<br /> (8) Pedoman kajian pembungan air limbah sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.<br />Pasal 42<br />Setiap orang dilarang membuang limbah padat dan atau gas ke dalam air dan sumber air.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Sumber</span>: PerMen RI NO. 82 Th 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air<br /><br /><span style="color: rgb(255, 153, 102);font-size:130%;" ><br /></span></span><div style="text-align: right;"><span style="color: rgb(255, 153, 102);font-size:130%;" ><span style="font-weight: bold; font-family: verdana;">Rizka Afriani</span><br /><span style="font-weight: bold; font-family: verdana;">H1E109034</span></span><br /></div></div>constellationlifehttp://www.blogger.com/profile/05164086233297015616noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2445845527867716107.post-1097230639030393042010-03-12T19:29:00.000-08:002010-03-12T19:40:34.146-08:00Perda Kalsel Tentang Kualitas Air<div style="text-align: center;">PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN<br />NOMOR 2 TAHUN 2006<br />TENTANG<br />PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN<br />PENCEMARAN AIR<br />DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA<br />GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,<br /></div>Menimbang :<br />a. bahwa air sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi hajat hidup orang banyak, perlu dikelola dan dipelihara kualitasnya agar tetap bermanfaat sebagai sumber dan penunjang kehidupan;<br />b. bahwa dalam upaya menjaga kualitas air agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan, perlu dikelola dan ditanggulangi kerusakannya melalui pengelolaan dan pengendalian pencemaran air;<br />c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air;<br /><div style="text-align: justify;">Mengingat :<br />1. Undang-Undang Nomar 15 Tahun 1956 jo. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1958 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 10 Tahun 1957 antara lain mengenai Pembentukan Daerah Swatantra Tingkat I Kalimantan Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1106);<br />2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274);<br />3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);<br />4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699);<br />5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377);<br />6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);<br />7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran<br />Negara Republik Indonesia Nomor 4548);<br />8. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3225);<br />9. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1982 tentang Irigasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3226);<br />10. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 3445)<br />11. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 3838);<br />12. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang KewenanganPemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom<br />(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 3952 );<br />13. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 4161 );<br />14. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 8 Tahun 2000 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan (Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2000 Nomor 13);<br />15. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 9 Tahun 2000 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan (Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2000 Nomor 14);<br /></div><div style="text-align: center;">Dengan Persetujuan Bersama<br />DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH<br />PROVINSI KALIMANTAN SELATAN<br />dan<br />GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN<br />MEMUTUSKAN :<br />Menetapkan : PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN<br />SELATAN PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN<br />PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR.<br />BAB I<br />KETENTUAN UMUM<br /></div>Pasal 1<br /><div style="text-align: justify;">Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :<br />1. Daerah adalah Provinsi Kalimantan Selatan.<br />2. Gubernur adalah Gubernur Kalimantan Selatan.<br />3. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat Daerah sebagai unsur<br />penyelenggara Pemerintahan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.<br />4. Bupati adalah Bupati se-Kalimantan Selatan.<br />5. Walikota adalah Walikota se-Kalimantan Selatan.<br />6. Instansi yang membidangi Lingkungan Hidup adalah Perangkat Daerah Provinsi<br />Kalimantan Selatan yang tugas dan fungsinya di bidang pengendalian lingkungan<br />hidup.<br />7. Air adalah semua air yang terdapat di atas, dan di bawah permukaan tanah, kecuali<br />air, laut dan air fosil.<br />8. Pencemaran Air adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan<br />atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun<br />sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan<br />peruntukannya.<br />9. Sumber Air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah,<br />termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air, sungai, rawa, danau, situ, waduk, dan<br />muara.<br />10. Pengelolaan Kualitas Air adalah upaya pemeliharaan air sehingga tercapai kualitas air<br />yang diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjamin agar kualitas air tetap dalam<br />kondisi alamiahnya.<br />11. Mutu Air adalah kondisi kualitas air yang diukur, dan atau diuji berdasarkan<br />parameter-parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan Peraturan Perundangundangan<br />yang berlaku.<br />12. Kelas Air adalah peringkat kualitas air yang dinilai masih layak, untuk dimanfaatkan<br />bagi peruntukan tertentu.<br />13. Kriteria Mutu Air adalah tolak ukur mutu air untuk setiap kelas air.<br />14. Status Mutu Air adalah tingkat kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi cemar<br />atau kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu, dengan<br />membandingkan dengan baku mutu air yang ditetapkan.<br />15. Mutu Air Sasaran adalah mutu air yang direncanakan untuk dapat diwujudkan dalam<br />jangka waktu tertentu melalui penyelenggaraan program kerja dan atau upaya lainnya<br />dalam rangka pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.<br />16. Daya Tampung Beban Pencemaran adalah kemampuan air pada suatu sumber air,<br />untuk menerima masukan beban pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut<br />menjadi cemar.<br />17. Limbah adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan.<br />18. Air Limbah adalah sisa dari suatu usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair.<br />19. Baku Mutu Air Limbah adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat energi,<br />atau komponen yang ada bagi zat atau harus ada dan atau unsur pencemar yang<br />ditenggang keberadaannya di dalam air.<br />20. Limbah Cair adalah limbah dalam wujud cair yang dihasilkan oleh usaha dan atau<br />kegiatan yang dibuang ke lingkungan dan diduga dapat menurunkan kualitas<br />lingkungan.<br />21. Limbah Rumah Tangga adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan dari rumah tangga.<br />22. Instalasi Pengolah Air Limbah yang selanjutnya disebut IPAL adalah instalasi<br />pengolah air limbah yang berfungsi untuk mengolah air limbah-limbah cair yang<br />diharapkan menghasilkan effluent sesuai dengan baku mutu air yang diizinkan.<br /></div><div style="text-align: center;">BAB II<br />WEWENANG<br /></div><div style="text-align: center;">Pasal 2<br /></div>(1) Pemerintah Daerah berwenang melakukan pengelolaan kualitas air yang meliputi :<br />a. mengkoordinasikan pengelolaan kualitas air lintas Kabupaten / Kota;<br />b. menyusun rencana pendayagunaan air sesuai fungsi ekonomis, ekologis, nilainilai<br />agama dan adat istiadat yang hidup dalam masyarakat setempat;<br />c. merencanakan potensi pemanfaatan air, pencadangan air berdasarkan<br />ketersediaannya baik kualitas maupun kuantitas dan atau fungsi ekologis;<br />(2) Pemerintah Daerah berwenang melakukan pengelolaan kualitas air yang meliputi :<br />a. sumber air lintas Kabupaten / Kota;<br />b. menetapkan daya tampung beban pencemaran;<br /><div style="text-align: justify;">c. melakukan inventarisasi dan identifikasi sumber pencemaran;<br />d. menetapkan persyaratan pembuangan air limbah untuk aplikasi pada tanah;<br />e. menetapkan persyaratan pembuangan air limbah ke air atau sumber air;<br />f. memantau kualitas air pada sumber air;<br />g. memantau faktor lain yang menyebabkan perubahan mutu air.<br /></div><div style="text-align: center;">BAB III<br />HAK DAN KEWAJIBAN<br />Pasal 3<br /></div>Dalam pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, setiap orang berhak :<br />a. mempunyai hak yang sama atas kualitas air yang baik;<br />b. mendapatkan informasi mengenai status mutu air dan pengelolaan kualitas air serta<br />pengendalian pencemaran air;<br />c. berperan serta dalam pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air<br />sesuai Peraturan Perundang-undangan yang berlaku;<br />Pasal 4<br />Dalam pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, setiap orang wajib :<br />a. mencegah dan mengendalikan terjadinya pencemaran air;<br />b. memulihkan kualitas air akibat pencemaran;<br />c. melakukan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan sumber daya air.<br />Pasal 5<br />Setiap orang yang melakukan usaha atau kegiatan wajib memberikan informasi yang<br />benar dan akurat mengenai pelaksanaan pengelolaan kualiatas air dan pengendalian<br />pencemaran air.<br />Pasal 6<br />Pemerintah Daerah wajib memberikan informasi kepada masyarakat mengenai<br />pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.<br /><div style="text-align: center;">BAB IV<br />INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI<br />Pasal 7<br /></div>Dalam upaya mewujudkan kelestarian fungsi sumber air, Gubernur melalui instansi<br />terkait menetapkan pelaksanaan kegiatan inventarisasi dan identifikasi sumber pencemaran.<br /><div style="text-align: center;">Pasal 8<br /></div>(1) Hasil inventarisasi dan identifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7<br />disampaikan kepada Gubernur paling sedikit 2 (dua) kali dalam setahun.<br />(2) Berdasarkan hasil inventarisasi dan identifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),Gubernur menetapkan pedoman pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air<br /><div style="text-align: center;">BAB V<br />PENGELOLAAN KUALITAS AIR<br />Bagian Pertama<br />Klasifikasi Mutu Air<br />Pasal 9<br /></div>(1) Klasifikasi Mutu Air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas :<br />a. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum,<br />dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan<br />kegunaan tersebut;<br />b. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana / sarana<br />rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi<br />pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang<br />sama dengan dengan kegunaan tersebut;<br />c. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan<br />air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain<br />yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;<br />d. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi<br />pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang<br />sama dengan kegunaan tersebut;<br />(2) Kriteria mutu air dari tiap kelas peruntukan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)<br />ditetapkan berdasarkan pedoman yang ditetapkan sesuai Peraturan Perundangundangan.<br />Pasal 10<br />(1) Peruntukan air dan kriteria mutu air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9,<br />digunakan sebagai dasar untuk penetapan baku mutu air dengan prioritas<br />pemanfaatan :<br />a. air minum;<br />b. air untuk kebutuhan rumah tangga;<br />c. air untuk peternakan, pertanian, dan perkebunan;<br />d. air untuk industri;<br />e. air untuk irigasi;<br />f. air untuk pertambangan;<br />g. air untuk usaha perkotaan;<br />h. air untuk kepentingan lainnya.<br />(2) Urutan peruntukan pemanfaatan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat<br />berubah dengan mempertimbangkan kepentingan umum dan kondisi setempat.<br /><div style="text-align: center;">Bagian Kedua<br />Baku Mutu Air<br /></div>Pasal 11<br />(1) Air pada semua mata air dan pada sumber air yang berada pada kawasan lindung,<br />harus dilindungi mutunya agar tidak menurun kualitasnya yang disebabkan oleh<br />kegiatan manusia.<br />(2) Kriteria mutu air sesuai rencana pendayagunaan air didasarkan pada hasil<br />pengkajian peruntukan air.<br />(3) Pengkajian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berdasarkan pada pedoman yang<br />ditetapkan sesuai peraturan perundang-undangan.<br /><div style="text-align: center;">Bagian Ketiga<br />Pemantauna Kualitas Air<br /></div>Pasal 12<br />Pemantauan kualitas air pada sumber air yang berada dalam dua atau lebih daerah<br />Kabupaten / Kota dalam satu Provinsi dikoordinasikan oleh Pemerintah Provinsi dan<br />dilaksanakan oleh masing-masing Pemerintah Kabupaten / Kota.<br /><div style="text-align: center;">Bagian Keempat<br />Status Mutu Air<br /></div>Pasal 13<br />(1) Status mutu air ditentukan dengan cara membandingkan mutu air dengan baku mutu<br />air.<br />(2) Status mutu air dinyatakan :<br />a. cemar, apabila mutu air tidak memenuhi baku mutu air;<br />b. baik, apabila mutu air memenuhi baku mutu air.<br />(3) Tingkat status mutu air dilakukan dengan perhitungan tertentu yang ditetapkan<br />sesuai Peraturan Perundang-undangan.<br /><div style="text-align: center;">Bagian Kelima<br />Pengujian Kualitas Air<br /></div>Pasal 14<br />(1) Gubernur menunjuk laboratorium lingkungan yang telah di akreditasi untuk<br />melakukan analisis mutu air dan mutu air limbah dalam rangka pengendalian<br />pencemaran air.<br />(2) Pengujian kualitas air sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan secara<br />periodik dan terus-menerus serta pada kondisi tertentu.<br />(3) Dalam hal Gubernur belum menunjuk laboratorium sebagaimana dimaksud pada<br />ayat (1), maka analisis mutu air dan mutu air limbah dilakukan oleh laboratorium<br />yang ditunjuk menteri.<br />Pasal 15<br />Gubernur menetapkan laboratoriumrujukan di tingkat Provinsi untuk melakukan analisis<br />mutu air dan mutu air limbah sesuai dengan persyaratan yang ditentukan.<br /><div style="text-align: center;">BAB VI<br />PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR<br />Bagian Pertama<br />Perlindungan Kualitas Air<br /></div>Pasal 16<br />(1) Perlindungan kualitas air dilakukan sebagai upaya menjaga kualitas air dan sumber<br />air terhadap kerusakan yang disebabkan oleh kegiatan manusia dan alam.<br />(2) Perlindungan kualitas air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh<br />instansi yang berwenang.<br /><div style="text-align: center;">Bagian Kedua<br />Pencegahan Pencemaran Air<br /></div>Pasal 17<br />Pencegahan pencemaran air merupakan upaya untukmenjaga agar kualitas air pada<br />sumber air tetap dapat dipertahankansesuai baku mutu air yang ditetapkan dan atau upaya<br />peningkatan mutu air pada sumber air.<br /><div style="text-align: center;">Bagian Ketiga<br />Penanggulangan Pencemaran Air<br /></div>Pasal 18<br />Penanggulangan pencemaran air dilakukan dalam upaya mencegah meluasnya<br />pencemaran pada sumber air melalui pengendalian debit air pada sumber air dan<br />melokalisasi sumber pencemaran pada sumber air.<br /><div style="text-align: center;">Bagian Keempat<br />Pemulihan Kualitas Air<br /></div>Pasal 19<br />(1) Pemulihan kualitas air merupakan upaya mengembalikan atau meningkatkan mutu<br />air sesuai mutu air sebelum terjadinya pencemaran pada sumber air.<br />(2) Kegiatan pemulihan kualitas air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan<br />melalui :<br />a. pengendalian debit pada sumber air;<br />b. penggelontoran;<br />c. pembersihan sumber air dan lingkungan sekitarnya.<br /><div style="text-align: center;">Bagian Kelima<br />Daya Tampung Beban Pencemaran Air<br /></div>Pasal 20<br />(1) Gubernur sesuai kewenangannya menetapkan daya tampung pencemaran pada<br />sumber air.<br />(2) Penetapan daya tampung dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan dana,<br />sumber daya manusia, ilmu pengetahuan serta teknologi.<br />(3) Daya tampung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditinjau secara berkala<br />sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sekali.<br />(4) Dalam hal daya tampung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang belum<br />ditetapkan sesuai ketentuan pada ayat (3), penentuan persyaratan pembuangan air<br />limbah ke sumber air ditetapkan berdasarkan baku mutu air yang telah ditetapkan<br />pada sumber air yang bersangkutan.<br /><div style="text-align: center;">Bagian Keenam<br />Baku Mutu Air Limbah<br /></div>Pasal 21<br />(1) Dalam rangka pengamanan pembuangan limbah cair ke sumber-sumber air agar<br />tidak menimbulkan pencemaran diadakan penetapan baku mutu air limbah.<br />(2) Baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh<br />Gubernur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.<br />Pasal 22<br />(1) Masuknya suatu unsur pencemaran ke dalam sumber-sumber air yang tidak jelas<br />tempat masuknya dan atau secara teknis tidak dapat ditetapkan baku mutu air<br />limbah, dikendalikan pada faktor penyebabnya.<br />(2) Perhitungan beban pencemaran masing-masing kegiatan ditentukan dengan<br />mengukur kadar parameter pencemar dan volume air limbah yang bersangkutan.<br /><div style="text-align: center;">Bagian Ketujuh<br />Baku Mutu Air Sasaran<br /></div>Pasal 23<br />(1) Dalam rangka peningkatan mutu air pada sumber air perlu ditetapkan baku mutu air<br />sasaran.<br />(2) Baku mutu air sasaran sebagaimana dimaksud ayat (1) bertujuan agar mutu air pada<br />sumber air mencapai tingkat sesuai dengan peruntukannya.<br />(3) Peningkatan mutu air sasaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat terus<br />ditingkatkan secara terhadap sampai mencapai kualitas baku mutu yang baik.<br /><div style="text-align: center;">BAB VII<br />PERSYARATAN PERIZINAN<br /></div>Pasal 24<br />(1) Setiap kegiatan usaha yang melakukan pembuangan air limbah ke sumber-sumber<br />air yang melintasi Kabupaten / Kota dan berpotensi menimbulkan dampak pada<br />sumber air harus mendapat izin dari Bupati / Walikota setelah berkoordinasi dengan<br />Gubernur.<br />(2) Syarat-syarat perizinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :<br />a. peta lokasi pembuangan air limbah skala 1 : 5.000;<br />b. membuat bangunan saluran pembuangan air limbah melalui IPAL, sarana bak<br />kontrol untuk memudahkan;<br />c. konstruksi bangunan dan saluran pembuangan air limbah wajib mengikuti<br />petunjuk teknis yang diberikan oleh Instansi Teknis;<br />d. mengolah limbah cair sampai kepada batas syarat baku mutu yang telah<br />ditentukan, sebelum dibuang ke sumber-sumber air;<br />e. memberikan izin kepada pengawas untuk memasuki lingkungan usaha atau<br />kegiatan dalam melaksanakan tugasnya guna memeriksa peralatan pengolah<br />limbah beserta kelengkapannya;<br />f. wajib menyampaikan laporan kepada Gubernur melalui Kepala Bapedalda<br />tentang mutu limbah cair setiap 1 (satu) bulan sekali dari hasil laboratorium<br />lingkungan yang ditunjuk;<br />g. menanggung biaya pengambilan contoh dan pemeriksaan kualitas mutu air<br />limbah yang dilakukan oleh pengawas secara berkala serta biaya<br />penanggulangan dan pemulihan yang disebabkan oleh pencemaran air akibat<br />usaha / kegiatannya;<br />h. persyaratan khusus yang ditetapkan untuk masing-masing usaha kegiatan yang<br />membuang air limbah ke sumber-sumber air atau media lingkungan lainnya.<br />(3) Bupati / Walikota dapat menetapkan persyaratan lain yang sesuai dengan<br />kewenangannya.<br /><div style="text-align: center;">BAB VIII<br />PEMBINAAN, PENGAWASAN, DAN PEMANTAUAN<br />Bagian Pertama Pembinaan<br /></div>Pasal 25<br />(1) Pemerintah Provinsi melakukan pembinaan untuk meningkatkan ketaatan kepada<br />penanggungjawab usaha atau kegiatan dalam pengelolaan kualitas air dan<br />pengendalian pencemaran air.<br />(2) Pemerintah Provinsi melakukan upaya pengelolaan dan atau pembinaan<br />pengelolaan air limbah rumah tangga.<br />(3) Upaya pengelolaan air limbah rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (2)<br />dapat dilakukan dengan membangun sarana dan prasarana pengelolaan limbah<br />rumah tangga terpadu.<br />(4) Pembangunan sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat<br />dilakukan melalui kerjasama dengan pihak ketiga sesuai peraturan perundangundangan<br />yang berlaku.<br /><div style="text-align: center;">Bagian Kedua<br />Pengawasan dan Pemantauan<br /></div>Pasal 26<br />(1) Gubernur melakukan pengawasan dan pemantauan mutu air pada sumber air dan<br />sumber pencemaran.<br />(2) Dalam melakukan pengawasan dan pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat<br />(1), Gubernur dapat menunjuk instansi yang tugas dan fungsinya membidangi<br />masalah lingkungan hidup atau pengendalian dampak lingkungan.<br />(3) Instansi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam melaksanakan tugas<br />pengawasan dan pemantauan melibatkan Pemerintah Kabupaten / Kota, dan instansi<br />terkait lainnya.<br />Pasal 27<br />Pelaksanaan tugas pengawasan dan pemantauan pada sumber air sebagaimana dimaksud<br />dalam Pasal 26 ayat (1), dilakukan oleh instansi terkait meliputi :<br />a. pemantauan dan evaluasi perubahan mutu air;<br />b. pengumpulan dan evaluasi data yang berhubungan dengan pencemaran air;<br />c. evaluasi laporan tentang pembuangan air limbah dan analisisnya yang dilakukan oleh<br />penanggungjawab kegiatan;<br />d. melaporkan hasil pengawasan dan pemantauan.<br />Pasal 28<br />Pelaksana tugas pengawasan dan pemantauan kualitas air limbah pada sumber<br />pencemaran, dilakukan oleh instansi terkait sesuai kewenangannya meliputi :<br />a. memeriksa kondisi peralatan pengolahan dan atau peralatan lain yang diperlukan<br />untuk mencegah pencemaran lingkungan ;<br />b. mengambil contoh air limbah pada sumber pencemaran ;<br />c. meminta keterangan yang diperlukan untuk mengetahui kualitas dan kuantitas air<br />limbah yang dibuang termasuk proses pengolahannya ;<br />d. melaporkan hasil pengawasan dan pemantauan.<br /><div style="text-align: center;">BAB IX<br />PERAN SERTA MASYARAKAT<br /></div>Pasal 29<br />(1) Setiap orang mempunyai peran yang sama untuk mendapatkan air dengan tetap<br />memperhatikan asas-asas kemanfaatan umum, keseimbangan, dan kelestarian.<br />(2) Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi air dan mencegah serta<br />menanggulangi pencemaran air.<br />(3) Setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk berperan serta dalam upaya<br />peningkatan mutu air pada sumber-sumber air dengan penyampaian informasi dan<br />memberikan saran dan atau pendapat.<br /><div style="text-align: center;">BAB X<br />SANKSI ADMINISTRASI<br /></div>Pasal 30<br />Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang melanggar ketentuan dalam Pasal<br />20 dan Pasal 21, Gubernur berwenang menjatuhkan sanksi administrasi.<br /><div style="text-align: center;">BAB XI<br />PEMBIAYAAN<br /></div>Pasal 31<br />(1) Pembiayaan pengendalian pencemaran air dan sumber-sumber air akibat usaha dan<br />atau kegiatan dibebankan kepada penanggung jawab usaha dan atau kegiatan.<br />(2) Pelaksanaan lebih lanjut dari ketentuan-ketentuan dimaksud pada ayat (1) diatur<br />oleh Gubernur sesuai dengan kewenangannya dan peraturan perundang-undangan<br />yang berlaku.<br />(3) Dalam keadaan force majeure, Pemerintah Daerah dapat menyediakan pembiayaan<br />untuk penanggulangannya sesuai dengan kemampuan Keuangan Daerah.<br /><div style="text-align: center;">BAB XII<br />KETENTUAN PIDANA<br /></div>Pasal 32<br />Barangs siapa melakukan kegiatan dan atau tindakan yang mengakibatkan pencemaran<br />dan atau kerusakan lingkungan hidup, dikenakan ketentuan pidana sesuai dengan<br />Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.<br /><div style="text-align: center;">BAB XIV<br />KETENTUAN LAIN-LAIN<br /></div>Pasal 33<br />Pemerintah Provinsi dapat menetapkan Peraturan Daerah Provinsi untuk mengatur :<br />a. sumber air yang berada dalam dua atau lebih wilayah Kabupaten / Kota ;<br />b. baku mutu air yang lebih ketat dari kriteria mutu air untuk kelas yang ditetapkan<br />sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1);<br />c. baku mutu air limbah daerah, dengan ketentuan sama atau lebih ketat dari baku mutu<br />limbah nasional.<br /><div style="text-align: center;">BAB XV<br />KETENTUAN PEMELIHARAAN<br /></div>Pasal 34<br />(1) Bagi usaha dan atau kegiatan yang menggunakan air limbah untuk aplikasi pada<br />tanah, maka dalam jangka waktu satu tahun setelah diundangkannya Peraturan<br />Daerah ini wajib memiliki izin pemanfaatan air limbah pada tanah dari Bupati /<br />Walikota.<br />(2) Bagi usaha dan atau kegiatan yang sudah beroperasi belum memiliki izin<br />pembuangan air limbah ke air atau sumber air, maka dalam waktu satu tahun sejak<br />diundangkannya Peraturan Daerah ini wajib memperoleh izin pembuangan air<br />limbah ke air atau sumber air dari Bupati / Walikota.<br /><div style="text-align: center;">BAB XVI<br />KETENTUAN PENUTUP<br /></div>Pasal 35<br />Hal-hal lain yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai<br />pelaksanaannya, akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur.<br />Pasal 36<br />Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.<br />Agar setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah<br />ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.<br /><br /><div style="text-align: right;">Ditetapkan di Banjarmasin<br />Pada tanggal : 15 Maret 2006<br />GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,<br /><br />H . RUDY ARIFFIN<br /></div>Diundangkan di Banjarmasin<br />Pada tanggal 15 Maret 2006<br />SEKRETARIS DAERAH PROVINSI<br />KALIMANTAN SELATAN,<br /><br />H. M. MUCHLIS GAFURI<br /><br /><br /><br /><div style="text-align: right;">Rizka Afriani<br />H1E109034<br /></div>constellationlifehttp://www.blogger.com/profile/05164086233297015616noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2445845527867716107.post-47596679979345011002010-03-12T18:59:00.000-08:002010-03-12T19:19:06.577-08:00<div style="text-align: center; font-weight: bold;">PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA<br />NOMOR 82 TAHUN 2001<br />TENTANG<br />PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN<br />PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA<br /><br />Menimbang :<br /></div>a. bahwa air merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki fungsi sangat penting bagi kehidupan dan perikehidupan manusia, serta untuk memajukan kesejahteraan umum, sehingga merupakan modal dasar dan faktor utama pembangunan;<br />b. bahwa air merupakan komponen lingkungan hidup yang penting bagi kelangsungan hidup clan kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya;<br />c. bahwa untuk melestarikan fungsi air perlu dilakukan pengelolaan kualitas air clan pengendalian pencemaran air secara bijaksana dengan memperlihatkan kepentingan generasi sekarang dan mendatang serta keseimbangan ekologis;<br />d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, clan huruf c serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 14 ayat (2) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan hidup, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air;<br /><br /><div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold;">Mengingat :</span><br /></div>a. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945;<br />b. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945;<br />c. Nomor 11 tahun 1974 tentang Pengairan Lembaran Negara Indonesia Tahun 1974 Nomor 65, tambahan Lembaran Negara Nomor 3046);<br />d. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);<br />e. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);<br /><br /><div style="text-align: center; font-weight: bold;">MEMUTUSKAN:<br />Menetapkan:<br />PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR.<br />BAB 1<br />KETENTUAN UMUM<br /><br /></div><div style="text-align: center;">Pasal 1<br /></div>Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :<br />1. Air adalah semua air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah kecuali air laut dan air fosil;<br />2. Sumber air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air, Sungai, rawa, danau, situ, waduk, dan muara;<br />3. Pengelolaan kualitas air adalah upaya pemeliharaan air sehingga tercapai kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjadi agar kualitas air tetap dalam kondisi alamiahnya;<br />4. Pengendalian rnncemaran air adalah upaya pencegahan dan penangulangan pencemaran air serta pemulihan kualitas air untuk menjamin kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air;<br />5. Mutu air adalah kondisi kualitas air yang diukur dan atau diuji berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metoda tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;<br />6. Kelas air adalah peringkat kualitas air yang dinilai masih layak untuk dimanfaatkan bagi peruntukan tertentu;<br />7. Kriteria mutu air adalah tolok ukur mutu air untuk setiap kelas air;<br />8. Rencana pendayagunaan air adalah rencana yang memuat potensi pemanfatan atau penggunaan air, pencadangan air berdasarkan ketersediaannya, baik kualitas maupun kuantitasnya, dan atau fungsi ekologis;<br />9. Baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air;<br />10. Status mutu air adalah tingkat . kondisi mutu air yang menunjukkanl kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu dengan membandingkan dengan baku mutu air yang ditetapkan;<br />11. Pencemaran air adalah memasuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan mannusia, sehinga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya;<br />12. Beban pencemaran adalah jumlah suatu unsur pencemar yang terkandung didalam air atau ,air limbah;<br />13. Daya tampung beban pencemaran adalah kemampuan air pada suatu sumber air,untuk menerima masukan beban pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut menjadi cemar;<br />14. Air Iimbah adalah sisa dari suatu usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair;<br />15. Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaanya dalam air limbah yang akan dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha dan atau kegiatan;<br />16. Pemerintah adalah Presiden beserta para menteri dan Ketua/ Kepala Lembaga Pemerintah Nondepartemen;<br />17. Orang adalah orang perseorangan,dan atau kelompok orang dan atau badan hukum ;<br />18. Menteri adalah menteri yang ditugasi untuk mengelola lingkungan hidup dan pengendalian dampak lingkungan.<br /><div style="text-align: center;">Pasal 2<br /></div>(1) Pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemmaran air diselengarakan secara terpadu dengan pendekatan ekosistem.<br />(2) Keterpaduan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan pada tahap perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi.<br /><div style="text-align: center;">Pasal 3<br /></div>Penyelengaraan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dapat dilaksanakan oleh pihak ketiga berdasarkan peraturan perundang - undangan.<br /><div style="text-align: center;">Pasal 4<br /></div>(1) Pengelolaan kualitas air dilakukan untuk menjamin kualitas air yang dinginkan sesuai peruntukannya agar tetap dalam kondisi alamiahnya.<br />(2) Pengendalian pencemaran air dilakukan untuk menjamin kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air melalui upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran air serta pemulihan kualitas air.<br />(3) Upaya pengelolaan kualitas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan pada :<br />a. sumber yang terdapat di dalam hutan lindung;<br />b. mata air yang terdapat di luar hutan lindung; dan<br />c. akuifer air tanah dalam<br />(4) Upaya pengendalian pencemaran air sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan di luar ketentuan sebagaimana dimaksud didalam ayat (3).<br />(5) Ketentuan mengenai pencemaran kualitas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf c ditetapkan dengan peraturan perundang - undangan .<br /><br /><div style="text-align: center; font-weight: bold;">BAB II<br />PENGELOLAAN KUALITAS AIR<br />Bagian Pertama Wewenang<br /><br /></div><div style="text-align: center;">Pasal 5<br /></div>(1) Pemerintah dilakukan pengelolaan kualitas air lintas propinsi dan atau lintas bataas negara.<br />(2) Pemerintah Propinsi mengkoordinasikan pengelolaan kualitas air lintas Kabupaten / Kota.<br />(3) Pemerintah Kabupaten / Kota melakukan pengelolaan kualitas air di Kabupaten / Kota.<br /><br /><div style="text-align: center;">Pasal 6<br /></div>Pemerintah dalam melakukan pengelolaan kualitas air sebagamana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dapat menugaskan Pemerintah Propinsi atau Pemerintah Kabupaten / Kota yang bersangkutan.<br /><br /><div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold;">Bagian Kedua</span><br /><span style="font-weight: bold;">Pendayagunaan Air</span><br /><br />Pasal 7<br /></div>(1) Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten / Kota menyusun rencana pendayagunaan air.<br />(2) Dalam merencanakan pendayagunaan air sebagaimana,dimaksud dalam ayat (1) wajib memperhatikan fungsi ekonomis dan fungsi ekologis, nilai-nilai agama serta adat istiadat yang hidup dalam masyarakat setempat<br />(3) Rencana pendayagunaan air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi potensi pemanfaatan atau penggunaan air, pencadangan air berdasarkan ketersediaannya, baik kualitas maupun kuailtitas dan atau fungsi ekolosis.<br />Bagian Ketiga Klasifikasi dan Kriteria Mutu Air<br /><br /><div style="text-align: center;">Pasal 8<br /></div>(1) Klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas :<br />a. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air bakti air minum, dan atau peruntukan lain yang imempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;<br />b. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan ,air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;<br />c. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk imengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan air yang sama dengan kegunaan tersebut;<br />d. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi,pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.<br />(2) Kriteria mutu air dari setiap kelas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tercantum dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini.<br /><br /><div style="text-align: center;">Pasal 9<br /></div>(1) Penetapan kelas air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 pada;<br />a. sumber air yang berada dalam dua atau lebih wilayah Propinsi dan atau merupakan lintas batas wilayah negara ditetapkan dengan Keputusan Presiden.<br />b. sumber air yang berada dalam dua atau lebih wilayah Kabupaten / Kota dapat diatur dengan Peraturan Daerah Propinsi.<br />c. sumber air yang berada dalam wilayah Kabupaten / Kota ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten / Kota .<br />(2) Penetapan kelas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan berdasarkan pada hasil pengkajian yang dilakukan oleh Pemerintah ,Pemerintah Propinsi, dan atau Peinerintah Kabupaten / Kota berdasarkan wewenangnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.<br />(3) Pemerintah dapat menugaskan Pemerintah Propinsi yang bersangkutan untuk melakukan pengkajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a.<br />(4) Pedoman pengkajian untuk menetapkan kelas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan oleh Menteri.<br /><br /><div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold;">Bagian Keempat Baku Mutu Air, Pemantauan Kualitas Air,dan</span><br /><span style="font-weight: bold;">Status Mutu Air</span><br /><br />Pasal 10<br /></div>Baku mutu air ditetapkan berdasarkan hasil pengkajian kelas air dan kriteria mutu air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9.<br /><div style="text-align: center;">Pasal 11<br /></div>(1) Pemerintah dapat menetapkan baku mutu air yang lebih ketat dan atau penambahan parameter pada air yang lintas Propinsi dan atau lintas batas negara, serta sumber air yang pengelolaannya di bawah kewenangan Pemerintah.<br />(2) Baku mutu air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan memperhatikan saran masukan dari instansi terkait.<br /><div style="text-align: center;">Pasal 12<br /></div>(1) Pemerintah propinsi dapat menetapkan;<br />a. baku mutu air lebih ketat dari kriteria mutu air untuk kelas yang ditetapkan sebagamiana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1); dan atau<br />b. Tambahan parameter dari yang ada dalam kriteria mutu air sebagaimana dimaksud dalamPasal 8 ayat (2).<br />(2) Baku mutu air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah Propinsi.<br />(3) Pedoman penetapan baku mutu air dan penambahan parameter baku mutu air sebagaimana dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.<br /><div style="text-align: center;">Pasal 13<br /></div>(1) Pemantauan kualitas air pada<br />a. sumber air yang berada dalam wilayah Kabupaten / Kota dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten / Kota;<br />b. sumber air yang berada dalam dua atau lebih daerah Kabupaten / Kota dalam satu propinsi dikoordinasikan oleh Pemerintah Propinsi dan dilaksanakan oleh masing-masing Pemerintah Kabupaten / Kota;<br />(2) Pemerintah dapat menugaskan Propinsi Propinsi yang bersangkutan untuk melakukan pemantauan kualitas air pada sumber air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c.<br />(3) Pemantauan kualitas air sebagamana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan sekurang-kurangnya 6 (enam )bulan sekali.<br />(4) Hasil pemantauan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan huruf b, disampaikan kepada Menteri.<br />(5) Mekanisme dan prosedur pemantauan kualitas air ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.<br /><div style="text-align: center;">Pasal 14<br /></div>(1) Status mutu air ditetapkan untuk menyatakan;<br />a. kondisi cemar, apabila mutu air tidak memenuhi baku mutu air ;<br />b. kondisi baik , apabila mutu air memenuhi baku mutu air.<br />(2) Ketentuan mengenai tingkatan cemar dan tingkatan baik status mutu air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan pedoman penentuan status mutu air ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.<br /><div style="text-align: center;">Pasal 15<br /></div>(1) Dalam hal status mutu air menunjukkan kondisi cemar; maka Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten / Kota sesuai dengan kewenangan masing-masing melakukan upaya penanggulangan pencemaran dan pemulihan kualitas air dengan menetapkan mutu air sasaran.<br />(2) Dalam hal status mutu air menunjukkan kondisi baik, maka pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten / Kota sesuai dengan kewenangan masing-masing mempertahankan dan atau meningkatkan kualitas air.<br /><div style="text-align: center;">Pasal 16<br /></div>(1) Gubernur menunjuk laboratorium lingkungan yang telah diakreditasi untuk melakukan analisis mutu air dan mutu air limbah dalam rangka pengendalian pencemaran air.<br />(2) Dalam hal Gubernur belum menunjuk laboratorium sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka analisis mutu air dan mutu air limbah dilakukan oleh laboratorium yang ditunjuk Menteri.<br /><div style="text-align: center;">Pasal 17<br /></div>Dalam hal terjadi perbedaan hasil analisis mutu air atau mutu air Iimbah dari dua atau lebih laboratoriummaka dilakukan verifikasi ilmiah terhadap analisis yang dilakukan.<br />Verifikasi ilmiah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Menteri dengan menggunakan laboratorium rujukan nasional.<br /><br /><div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold;">BAB III</span><br /><span style="font-weight: bold;">PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR Bagian Pertama Wewenang</span><br />Pasal 18<br /></div>(1) Pemerintah melakukan pengendalian pencemaran air pada sumber air yang lintas Propinsi dan atau lintas batas negara.<br />(2) Pemerintah Propinsi melakukan pengendalian pencemaran air pada sumber air yailg lintas Kabupaten / Kota.<br />(3) Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan pengendalian pencemaran air pada sumber air yang berada pada Kabupaten/ Kota.<br /><div style="text-align: center;">Pasal 19<br /></div>Pemerintah dalam melakukanpengendalian pencemaran air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dapat menugaskan Pemerintah propinsi atau Pemerintah Kabupaten / Kota yang bersangkutan.<br /><div style="text-align: center;">Pasal 20<br /></div>Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten / Kota sesuai dengan kewenangan masing-masing dalam rangka pengendalian pencemaran air pada sumber air berwenang:<br />a. menetapkan daya tampung beban pencemaran;<br />b. melakukan inventarisasi dan identifikasi sumber pencemar;<br />c. menetapkan persyaratan air Iimbah untuk aplikasi pada tanah;<br />d. menetapkan persyaratan pembuangan air Iimbah ke air atau sumber air;<br />e. memantau kwalitas air pada sumber air; dan<br />f. memantau faktor lain yang menyebabkan perubahan mutu air.<br /><div style="text-align: center;">Pasal 21<br /></div>(1) Baku mutu air Iimbah nasional ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan memperhatikan saran masukan dari instansi terkait.<br />(2) Baku mutu air Iimbah daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Propinsi dengan ketentuan sama atau lebih ketat dari baku mutu air Iimbah nasional sebagaiimana dimaksud dalam ayat (1).<br />(3) Hasil inventarisasi dan identifikasi sumber pencemar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf b, yang dilakukan oleh Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten / Kota disampaikan kepada Menteri secara berkala sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali. 1<br />(4) Pedoman inventarisasi ditetapkan dengan Keputusan Menteri.<br /><div style="text-align: center;">Pasal 22<br /></div>Berdasarkan hasil inventarisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3), Menteri menetapkan kebijakan nasional pengendalian pencemaran air.<br /><div style="text-align: center;">Pasal 23<br /></div>(1) Dalam rangka upaya pengendalian pencemaran air ditetapkan daya tampung beban pencemmaran air pada sumber air.<br />(2) Penetapan daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara berkala sekurang-kurangnya 5 (Iima) tahun sekali.<br />(3) Daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipergunakan untuk<br />a. pemberian izin lokasi;<br />b. pengelolaan air dan sumber air ;<br />c. penetapan rencana tata ruang ;<br />d. pemberian izin pembuangan air limbah;<br />e. penetapan mutu air sasaran dan program kerja pengendalian pencemaran air.<br />(4) Pedoman penetapan daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.<br /><br /><div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold;">Bagian Kedua Retribusi Pembuangan Air Limbah</span><br />Pasal 24<br /></div>(1) Setiap orang yang membuang air Iimbah ke prasarana dan atau sarana pengelolaan air Iimbah yang disediakan oleh Pemerintah Kabupatenl / Kota dikenakan retribusi.<br />(2) Retribusi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten / Kota.<br />Bagian Ketiga Penangulangan Darurat<br /><div style="text-align: center;">Pasal 25<br /></div>Setiap usaha dan atau kegiatan wajib membuat rencana penanggulangan pencemaran air pada keadaan darurat dan atau keadaan yang tidak terduga lainnya.<br /><div style="text-align: center;">Pasal 26<br /></div>Dalam hal terjadi keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, maka penangung jawab usaha dan atau kegiatan wajib melakukan penangulangan dan pemulihan.<br /><br /><div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold;">BAB IV PELAPORAN</span><br />Pasal 27<br /></div>(1) Setiap orang yang menduga atau mengetahui terjadinya pencemaran ,air, wajib melaporkan kepada Pejabat yang berwenang.<br />(2) Pejabat yang berwenang yang menerima laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib mencatat<br />a. tanggal pelaporan;<br />b. waktu dan tempat;<br />c. peristiwa yang terjadi;<br />d. sumber penyebab;<br />e. perkiraan dampak.<br />(3) Pejabat yang berwenang yang menerima laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dalam iangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal diterimanya laporan, wajib meneruskanya kepada Bupati / Walikota / Menteri.<br />(4) Bupati / Walikota / Menteri sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) wa,iib negeri melakukan verifikasi untuk mengetahui tentang kebenaran terjadinya pelanggaran terhadap pengelolaan kualitas air dan atau terjadinya pencemaran air<br />(5) Apabila hasil verifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) menunjukkan telah terjadinya pelanggaran, maka Bupati / Walikota / Menteri wajib memerintahkan penanggung jawab usaha dan atau kegiatan untuk menanggulangi pelanggaran dan atau pencemaran airr serta dampaknya.<br /><div style="text-align: center;">Pasal 28<br /></div>Dalam hal penanggung jawab usaha dan atau kegiatan tidak melakukan tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dan Pasal 27 ayat (5) Bupati / walikota / Menteri dapat melaksanakan atau menugaskan pihak ketiga untuk melaksanakannya atas beban biaya penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang bersangkutan.<br /><div style="text-align: center;">Pasal 29<br /></div>Setiap penanggung,jawab usaha dan atau kegiatan atau pihak ketiga yang ditunjuk untuk melakukan penanggulangan pencemaran air dan pemulihan kualitas air, wajib menyaimpaikan laporannya kepada Bupati / Walikota / Menteri.<br /><br /><div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold;">BAB V HAK DAN KEWAJIBAN</span><br /><span style="font-weight: bold;">Bagian Pertama</span><br /><span style="font-weight: bold;">Hak</span><br />Pasal 30<br /></div>(1) Setiap orang mempunyai hak yang sama atas kualitas air yang baik.<br />(2) Setiap orang mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan informasi mengenai status mutu air dan pengelolaan kualitas air serta pengendalian pencemaran air.<br />(3) Setiap orang mempunyai hak untuk berperan serta dalam rangka pengelolaan , kualitas air dan pengendalian pencemaran air sesuai peraturan perundang - undangan yang berlaku.<br /><div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold;">Bagian Kedua Kewajiban</span><br />Pasal 31<br /></div>Setiap orang wajib :<br />melestarikan kualitas air pada sumber air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3)<br />mengendalikaan pencemaran air pada sumber air sebagaimana dimaksud didalam Pasal 4 ayat (4).<br /><div style="text-align: center;">Pasal 32<br /></div>Setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pelaksanaan kewajiban pengelolan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.<br /><div style="text-align: center;">Pasal 33<br /></div>Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten / Kota wajib memberikan lnformasi kepadamasyarakat mengenai pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.<br /><div style="text-align: center;">Pasal 34<br /></div>(1) Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan wajib menyampaikan laporan tentang penataan persyaratan izin aplikasi air limbah pada tanah<br />(2) Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegitan wajib menyampaikan laporan tentang penaatan persyaratan izin pembuangan air Iimbah ke air atau sumber air.<br />(3) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) wajib disampaikan sekurang-kurangnya sekali dalam 3 (tiga) bulan kepada Bupati /Walikota dengan tembusan disampaikan kepada Menteri.<br />(4) Ketentuan mengenai pedoman pelaporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.<br /><br /><div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold;">BAB VI</span><br /><span style="font-weight: bold;">PERSYARATAN PEMANFAATAN DAN PEMBUANGAN AIR LIMBAH</span><br /><span style="font-weight: bold;">Bagian Pertama</span><br /><span style="font-weight: bold;">Pemanfaatan Air Limbah</span><br />Pasal 35<br /></div>(1) Setiap usaha dan atau kegiatan yang akan memanfaatkan air Iimbah ke tanah untuk aplikasi pada tanah wajib mendapat izin tertulis dari Bupat / Walikota.<br />(2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan pada hasil kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan atau kajan Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan .<br />(3) Ketentuan mengenai syarat, tata cara perizinan ditetapkan oleh Bupati / Walikota dengan memperhatian pedoman yang ditetapkan oleh Menteri.<br /><div style="text-align: center;">Pasal 36<br /></div>(1) Pemrakarsa melakukan kajian mengenai pemanfaatan air limbah ke tanah Hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang -kurangnya :aplikasi pada tanah.<br />(2) Berdasarkan hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), pemrakarsa mengajukan permohonan izin kepada Bupati / Walikota.<br />a. pengaruh terhadap pembudidayaan ikan, hewan, dan tanaman ;<br />b. pengaruh terhadap kualitas tanah dan air tanah; dan<br />c. pengaruh terhadap kesehatan masyarakat.<br />(3) Bupati / Walikota melakukan evaluasi terhadap hasil kajian yang diajukan oleh pemkarssa sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)<br />(4) Apabila berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) menunjukkan bahwa pemanfaatan air limbah ke tanah untuk aplikasi pada tanah layak lingkungan, maka Bupati/ Walikota menerbitkan izin pemanfaatan air limbah<br />(5) Penerbitan pemanfaatan air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) diterbitkan dalam jangka waktu selambat-selambatnya 90 (sembilan puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan izin<br />(6) Pedoman pengkajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.<br /><div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold;">Bagian kedua</span><br /><span style="font-weight: bold;">Pembuangan Air Limbah</span><br />Pasal 37<br /></div>Setiap penanggung usaha dan atau kegiatan yang membuang air limbah ke air atau sumber air wajib mencegah dan menangulangi terjadinya pencemaran air<br /><div style="text-align: center;">Pasal 38<br /></div>(1) Setiap penanggung jawab usaha atau kegiatan yang membuang air limbah ke air atau sumber air wajib mentaati persyaratan yang ditetapkan dalam izin<br />(2) Dalam persyaratan izin Pembuangan air Iimbah sebagaimana dimaksud didalam ayat (1) waiib dicantumkan<br />a. kewajiban untukmengoloa Iimbah;<br />b. persyaratan mutu dan kuantitas air limbah yang boleh dibuang ke media lingkungan ;<br />c. persyaratan cara pembuangan air limbah ;<br />d. persyaratan untuk mengadakan sarana dan prosedur penanggulamgan keadaan darurat ;<br />e. persyaratan untuk melakukan pemantauan mutu dan debit air limbah ;<br />f. persyaratan lain yang ditentukan oleh hasil pemeriksaan analisis mengenai dampak lingkungan yang erat kaitannya dengan pengendalian pencemaran air bagi usaha dan atau kegiatan yang wajib melaksanakan analisis mengenai dampak lingkungan ;<br />g. larangan pembuangan secara sekaligus dalam satu atau pelepasan dadakan ;saat<br />h. larangan untuk melakukan pengenceran air limbah dalam upaya penataan batas kadar yang diperyaratkan;<br />i. kewajiban melakukan swapantau dan kewajiban untuk melaporkan hasil swapantau.<br />(3) Dalam penetapan peryaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bagi air limbah yang mengandung radioaktif, Bupati/ Walikota wajib mendapat rekomendasi tertulis dari lembaga pemerintah yang bertanggung jawab di bidang tenaga atom.<br /><div style="text-align: center;">Pasal 39<br /></div>(1) Bupati / Walikota dalam menentukan baku mutu air limbah yang diinginkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 38 ayat (2) didasarkan pada daya tampung beban pencemaran pada sumber air ;<br />(2) Dalam hal daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) belum dapat ditentukan, maka batas mutu air limbah yang diizinkan ditetapkan berdasarkan bku mutu air limbah nasional sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (1)<br /><div style="text-align: center;">Pasal 40<br /></div>(1) Setiap usaha dan kegiatan yang akan membuang air limbah ke air atau sumber air wajib mendapatkan izin tertulis dari Bupati / Walikota.<br />(2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan pada hasil kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan atau kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan.<br /><div style="text-align: center;">Pasal 41<br /></div>(1) Pemrakarsa melakukan kajian mengenai pembuangan air limbah ke air atau sumber air.<br />(2) Hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi sekurang-kurangnya :<br />a. pengaruh terhadap pembudidayaan ikan, hewan, dan tanaman<br />b. pengaruh terhadap kualitas tanah dan air tanah; dan<br />c. pengaruh terhadap kesehatan masyarakat.<br />(3) Berdasarkan hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), pemrakarsa mengajukan permohonan izin kepada Bupati / Walikota .<br />(4) Bupati / Walikota melakukan evaluasi terhadap hasil kajian yang diajukan oleh pemrakarsa sebagaimana dimaksud dalam ayat (3).<br />(5) Apabila berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana diamksud dalam ayat (4) menunjukakan bahwa pembuangan air limbah ke air atau sumber air layak lingkungan, maka Bupati / Walikota menerbitkan izin pembungan air limbah.<br />(6) Penerbitan izin pembungan air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) diterbitkan dalam jangka waktu selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh ) hari terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan izin.<br />(7) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara perizinan pembungan air limbah ditetapkan oleh Bupati /Walikota dengan memperhatikan pedoman yang ditetapkan Menteri<br />(8) Pedoman kajian pembungan air limbah sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.<br /><div style="text-align: center;">Pasal 42<br /></div>Setiap orang dilarang membuang limbah padat dan atau gas ke dalam air dan sumber air.<br /><div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold;">BAB VII</span><br /><span style="font-weight: bold;">PEMBINAAN DAN PENGAWASAN</span><br /><span style="font-weight: bold;">Bagian Pertama</span><br /><span style="font-weight: bold;">Pembinaan</span><br />Pasal 43<br /></div>(1) Pemerintah, pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten / Kota melakukan pembinaan untuk meningkatkan ketaatan penanggung jawab usaha dan atau kegiatan dalam pengelolaan kualitas air dan pengendaliaan pencemaran air.<br />(2) Pembinaan sebagaimana dimaksudkan dalam yat (1) meliputi:<br />a. pemberian penyuluhan mengenai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelola lingkungan hidup;<br />b. penerapan kebijakan insentif dan atau disinsentif<br />(3) Pemerintah, pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten / Kota melakukan upaya pengelolaan dan atau pembinaan pengelolaan air limbah rumah tangga.<br />(4) Upaya pengelolaan air limbah rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat dilakukan oleh pemerintah Propinsi, pemerintah Kabupaten / Kota dengan membangun sarana dan prasarana pengelolaan limbah rumah tangga terpadu.<br />(5) Pembangunan saran dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dapat dilakukan melalui kerja sama dengan pihak ketiga sesuai dengan peraturan perundang -undangan yang berlaku.<br /><div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold;">Bagian Kedua</span><br /><span style="font-weight: bold;">Pengawasan</span><br />Pasal 44<br /></div>(1) Bupati / Walikota wajib melakukan pengawasan terhadap penataan persyaratan yang tercantum dalam izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 38 ayat (2)<br />(2) Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh pejabat pengawas lingkungan daerah.<br /><div style="text-align: center;">Pasal 45<br /></div>Dalam hal tertentu pejabat pengawas lingkungan melakukan pengawasan terhadap penataan persyaratan yang tercantum dalam izin melakukan usaha dan atau kegiatan.<br /><div style="text-align: center;">Pasal 46<br /></div>(1) Dalam melaksanakan tugasnya, pejabat pengawas lingkungan sebagaimana dimaksud dalam pasa 44 ayat (2) dan pasal 45 berwenang :<br />a. melakukan pemantauan yang meliputi pengamatan, pemotretan, perekaman audio visual, dan pengukuran;<br />b. meminta keterangan kepada masyarakat yang berkepentingan, karyawan yang bersangkutan, konsultan, kontraktor, dan perangkat pemerintahan setempat;<br />c. membuat salinan dari dokumen dan atau membuat catatan yang diperlukan, antara lain dokumen perizinan, dokumen AMDAL, UKI, UPL, data hasil swapantau, dokumen surat keputusan organisasi perusahaan;<br />d. memasuki tempat tertentu;<br />e. mengambil contoh dari air limbah yang dihasilkan, air limbah yang dibuang, bahan baku, dan bahan penolog;<br />f. memeriksa peralatan yang digunakan dalam proses produksi, utilitas, dan instansi pengolahan limbah;<br />g. memeriksa instansi, dan atau alat transportasi;<br />(2) Kewenangan membuat catatan sebagaimana dimaksud<br />(3) dalam ayat (1) huruf c meliputi pembuatan denah, sketsa, gambar, peta, dan atau dekripsi yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas pengawasan.<br /><div style="text-align: center;">Pasal 47<br /></div>Pejabat pengawas dalam melaksanakan tugasnya wajib memperlihatkan surat tugas dan atau tanda pengenal.<br /><div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold;">BAB VIII</span><br /><span style="font-weight: bold;">SANKSI</span><br /><span style="font-weight: bold;">Bagian Pertama</span><br /><span style="font-weight: bold;">Sanksi Administrasi</span><br />Pasal 48<br /></div>Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatn yang melanggar ketentuan Pasal 24 ayat (1), Pasal 25, Pasal 32, Pasal 34, Pasal 35, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 40,dan Pasal 42, Bupati / Walikota berwenang menjatuhkan sanksi administrasi.<br /><div style="text-align: center;">Pasal 49<br /></div>Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang melanggar ketentuan Pasal 25, Bupati / Walikota / Mentri berwenang menerapkan paksaan pemerintahan atau uang paksa.<br /><div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold;">Bagian Kedua</span><br /><span style="font-weight: bold;">Ganti Kerugian</span><br />Pasal 50<br /></div>(1) Setiap perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup, mewajibkan penanggung jawab usaha dan atau kegiatan untuk membayar ganti kerugian dan aatau melakukan tindakan tertentu.<br />(2) Selain pembeban untuk melakukan tindakkan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), hakim dapat menetapkan pembayaran uang paksa atas setiap hari keterlambatan penyelesaian tindakkan tertentu tersebut.<br /><div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold;">Bagian Ketiga Sanksi Pidana</span><br />Pasal 51<br /></div>Barang siapa melanggar ketentuan Pasal 26, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 41, Pasal 42, yang mengakibatkan terjadinya pencemaran air, diancam dengan pidana sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 41, pasal 42, pasal 43, pasal 44, pasal 45, pasal 46, pasal 47 Undang- Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.<br />Baku mutu air limbah untuk jenis usah dan atau kegiatan tertentu yang telah ditetapkan oleh daerah, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan PeraturanPemerintah ini.<br /><div style="text-align: center;">Pasal 53<br /></div>(1) Bagi usaha dan atau kegiatan yang menggunakan air limbah untuk aplikasi pada tanah, maka dalam jangka waktu satu tahun setelah diundangkannya Peraturan Pemerintah ini wajib memiliki izin pemanfaatan air limbah pada tanah dari Bupati / Walikota.<br />(2) Bagi usaha dan atau kegiatan yang sudah beroperasi belum memiliki izin pembuangan air limbah ke air atau sumber air, maka dalam waktu satu tahun sejak diundangkannya Peraturan<br />Pemerintah ini wajib memperoleh izin pembuangan air limbah ke air atau sumber air Bupati / Walikota.<br /><div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold;">BAB X</span><br /><span style="font-weight: bold;">KETENTUAN PENUTUP</span><br />Pasal 54<br /></div>Penetapan daya tampung beben pencemaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 38 ayat (3) wajib ditetapkan selambat-lambatnya 3 (tiga ) tahun sejak diundangkannya Peraturan Pemerintah ini<br /><div style="text-align: center;">Pasal 55<br /></div>Dalam hal baku mutu air pada sumber air sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 dan pasal 12 ayat (1) belum atau tidak ditetapkan, berlaku kreteria mutu air untuk kelas II sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan Pemerintah ini sebagai baku mutu air.<br /><div style="text-align: center;">Pasal 56<br /></div>(1) Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun sejak diundangkannya Peraturan Pemerintah ini, baku mutu air yang telah ditetapkan sebelumnya wajib disesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini<br />(2) Dalam hal baku mutu air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) lebih ketat dddari baku mutu air dalam peraturan pemerintah ini, maka baku mutu air sebelimnya tetap berlaku.<br /><div style="text-align: center;">Pasal 57<br /></div>(1) Dalam hal jenis usaha dan atau kegiatan belum ditentukan baku mutu air limbahnya, maka baku mutu air limbah yang berlaku di daerah tersebut dapat ditetepkan setelah mendapat rekomendasi dari Menteri.<br />(2) Ketentuan mengenai baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetepkan dengan Peraturan Daerah Propinsi.<br /><div style="text-align: center;">Pasal 58<br /></div>Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air yang telah ada, tetap brlaku<br />sepanjang tidak bertentangan dengan dan belum diganti berdasarkan peraturan pemerintah ini.<br /><div style="text-align: center;">Pasal 59<br /></div>Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang Penendalian Pencemaran Air ( Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3409) dinyatakan tidak berlaku.<br /><div style="text-align: center;">Pasal 60<br /></div>Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.<br />Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.<br /><div style="text-align: right;">Ditetapkan di Jakarta<br />pada tanggal 14 Desember 2001<br />PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,<br />ttd.<br />MEGAWATI SOEKARNOPUTRI<br /></div>Diundangkan di Jakarta<br />pada tanggal 14 Desember 2001<br />SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,<br />ttd.<br />BAMBANG KESOWO<br /><div style="text-align: center;">PENJELASAN<br />ATAS<br />PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA<br />NOMOR 82 TAHUN 2001<br />TENTANG<br />PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN<br />PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR UMUM.<br /></div><div style="text-align: justify;">Air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup orang banyak sehingga perlu dilindungi agar dapat tetap bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya.<br />Untuk menjaga atau mencapai kualitas air sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan sesuai dengan tingkat mutu air yang diinginkan, maka perlu upaya pelestarian dan atau pengendalian. Pelestarian kualitas air merupakan upaya untuk memelihara fungsi air agar kualitasnya tetap pada kondisi alamiahnya.<br />Pelestarian kualitas air dilakukan pada sumber air yang terdapat di hutan lindung. Sedangkan pengelolaan kualitas air pada sumber air di luar hutan lindung dilakukan dengan upaya pengendalian pencemaran air, yaitu upaya memelihara fungsi air sehingga kualitas air memenuhi baku mutu air.<br />Air sebagai komponen lingkungan hidup akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh komponen lainnya. Air yang kualitasnya buruk akan mengakibatkan kondisi lingkungan hidup menjadi buruk sehingga akan mempengaruhi kondisi kesehatan dan keselamatan manusia serta kehidupan makhluk hidup lainnya. Penurunan kualitas air akan menurunkan dayaguna, hasil guna, produktivitas, daya dukung dan daya tampung dari sumber daya air yang pada akhirnya akan menurunkan kekayaan sumber daya alam (natural resources depletion).<br />Air sebagai komponen sumber daya alam yang sangat penting maka harus dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Hal ini berarti bahwa penggunaan air untuk berbagai manfaat dan kepentingan harus dilakukan secara bijaksana dengan memperhitungkan kepentingan generasi masa kini dan masa depan. Untuk itu air perlu dikelola agar tersedia dalam jumlah yang aman, baik kuantitas maupun kualitasnya, dan bermanfaat bagi kehidupan dan perikehidupan manusia serta<br />makhluk hidup lainnya agar tetap berfungsi secara ekologis, guna menunjang pembangunan yang berkelanjutan. Di satu pihak, usaha dan atau kegiatan manusia memerlukan air yang berdaya guna, tetapi di lain pihak berpotensi menimbulkan dampak negatif, antara lain berupa pencemaran yang dapat mengancam ketersediaan air, daya guna, daya dukung, daya tampung, dan produktivitasnya. Agar air dapat bermanfaat secara lestari dan pembangunan dapat berkelanjutan, maka dalam pelaksanaan pembangunan perlu dilakukan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.<br />Dampak negatif pencemaran air mempunyai nilai (biaya) ekonomik, di samping nilai ekologik, dan sosial budaya. Upaya pemulihan kondisi air yang cemar, bagaimanapun akan memerlukan biaya yang mungkin lebih besar bila dibandingkan dengan nilai kemanfaatan finansial dari kegiatan yang menyebabkan pencemarannya. Demikian pula bila kondisi air yang cemar dibiarkan (tanpa upaya pemulihan) juga mengandung ongkos, mengingat air yang cemar akan menimbulkan biaya untuk menanggulangi akibat dan atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh air yang cemar.<br />Berdasarkan definisinya, Pencemaran air yang diindikasikan dengan turunnya kualitas air sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Yang dimaksud dengan tingkat tertentu tersebut di atas adalah baku mutu air yang ditetapkan dan berfungsi sebagai tolok ukur untuk menentukan telah terjadinya pencemaran air, juga merupakan arahan tentang tingkat kualitas air yang akan dicapai atau dipertahankan oleh setiap program kerja pengendalian pencemaran air.<br />Penetapan baku mutu air selain didasarkan pada peruntukan (designated beneficial water uses), juga didasarkan pada kondisi nyata kualitas air yang mungkin berada antara satu daerah dengan daerah lainnya. Oleh karena itu, penetapan baku mutu air dengan pendekatan golongan peruntukkan perlu disesuaikan dengan menerapkan pendekatan klasifikasi kualitas air (kelas air). Penetapan baku mutu air yang didasarkan pada peruntukan semata akan menghadapi kesulitan serta tidak realistis dan sulit dicapai pada air yang kondisi nyata kualitasnya tidak layak untuk semua golongan peruntukan.<br />Dengan ditetapkannya baku mutu air pada sumber air dan memperhatikan kondisi airnya, akan dapat dihitung berapa beban zat pencemar yang dapat ditenggang adanya oleh air penerima sehingga air dapat tetap berfungsi sesuai dengan peruntukannya.<br />Beban pencemaran ini merupakan daya tampung beban pencemaran bagi air penerima yang telah ditetapkan peruntukannya.<br />Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air dianggap tidak memadai lagi, karena secara substansial tidak sesuai dengan prinsip otonomi daerah sebagaimana dikandung dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.<br /></div><br /><div style="text-align: right;"><span style="font-size:130%;"><span style="font-weight: bold;">Rizka Afriani</span><br /><span style="font-weight: bold;">H1E109034</span></span><br /></div>constellationlifehttp://www.blogger.com/profile/05164086233297015616noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2445845527867716107.post-59856285073325711032010-03-12T18:49:00.000-08:002010-03-12T18:51:22.027-08:00Logam Berat Kadmium<div style="text-align: justify;" class="date-outer"><span style="color: rgb(255, 102, 102);">Kadmium merupakan logam berat yang bersifat toksik bagi sebagian besar organisme. Kadmium merupakan salah satu jenis logam berat yang berbahaya karena elemen ini beresiko tinggi terhadap pembuluh darah. Kadmium berpengaruh terhadap manusia dalam jangka waktu panjang dan dapat terakumulasi pada tubuh khususnya hati dan ginjal. Secara prinsipil pada konsentrasi rendah berefek terhadap gangguan pada paru-paru, emphysema dan renal turbular disease yang kronis.Pada tumbuhan, kadmium dapat menghambat pertumbuhan dengan menginduksi terjadinya oksidasi sitokinin oleh sitokinin oksidase sehingga aktivitas sitokinin terhenti serta mempengaruhi aktivitas enzim peroksidase yang berperan dalam berbagai fungsi seluler. gejala toksisitas kadmium ditunjukkan dengan adanya klorosis, kerusakan anatomi, morfologi dan fisiologi pada akar dan taruk.Jumlah normal kadmium di tanah berada di bawah 1 ppm, tetapi angka tertinggi (1.700 ppm) dijumpai pada permukaan sample tanah yang diambil di dekat pertambangan biji seng (Zn). Kadmium lebih mudah diakumulasi oleh tanaman dibandingkan dengan ion logam berat lainnya seperti timbal. Sifat kadmium yang akumulatif pada suatu jaringan organisme serta sulit terurai menyebabkan tingginya kandungan logam-logam tersebut pada organismeDi dalam lingkungan perairan, Kadmium jumlahnya sedikit (trace element). Proporsi kecil Kadmium ditemukan berada dalam bentuk ion Cd2+, dan sebagian besar berada dalam bentuk senyawa kompleks bersama ion Cl. Menurut Kirk-Orthmer (1978, hal:394), Kadmium merupakan elemen kimia yang relatif jarang ditemukan secara bebas di alam, tetapi lebih sering selalu di dalam bentuk senyawa. Hampir semua Kadmium yang diproduksi diperoleh dari hasil peleburan dan pemurnian logam seng yang biasanya memiliki kandungan Kadmium sebesar 0,2 – 0,3 %.Adanya senyawa kimia pada air, khususnya logam berat, dapat bersifat toksik pada ikan. Efek toksik di dalam lingkungan terutama tergantung pada besarnya konsentrasi zat dan lamanya waktu persentuhan. Secara lengkap faktor-faktor yang mempengaruhi toksisitas suatu zat adalah suhu, DO, pH, dan garam-garam yang terlarut dalam air. Beberapa zat toksik dapat mengganggu sistem transportasi yang diatur oleh ATP pada membran sel. Adanya gangguan tersebut menyebabkan terhambatnya mekanisme transpor aktif Na+/K+ yang diaktivasi oleh ATP, sehingga menyebabkan akumulasi ion Na+ di dalam sel. Akumulasi ion Na+ yang diikuti oleh arus air yang memasuki sel dapat menyebabkan terjadinya pembengkakan (Palar, 1994, hal:56).</span><span style="color: rgb(255, 255, 102); font-size: 130%;"><br />Zat toksik dapat terakumulasi di dalam organ sehingga menyebabkan kerusakan sel. Sehingga dengan adanya gangguan tersebut mengakibatkan mekanisme transpor aktif Na+/K+ yang diaktivasi oleh ATP menjadi terhambat, dan kemudian dapat menyebabkan akumulasi ion Na+ di dalam sel. Apabila akumulasi ion Na+ yang diikuti oleh arus air yang memasuki sel yang dapat menyebabkan terjadinya pembengkakan ini tidak terkontrol, maka dapat pula berakibat lebih jauh menyebabkan mortalitas.<br /><br /></span><span style="font-style: italic;">Sumber:</span><span style="font-style: italic;">http://www.chem-is-try.org/tabel_periodik/kadmium/</span><br /><div class="date-posts"><div class="post-outer"><div class="post hentry uncustomized-post-template"><div class="post-header"> </div> <div class="post-body entry-content"><span style="font-style: italic;">http://www.sith.itb.ac.id/abstract/s2/Pengaruh%20Kadmium%20pada%20pertumbuhan- Samsu-S2.pdf</span><br /><span style="font-style: italic;">http://id.wikipedia.org/wiki/Kadmium</span><br /><br /><div style="text-align: right; color: rgb(51, 255, 255); font-weight: bold;"><span style="font-size:130%;">Rizka Afriani (H1E109034)</span></div></div></div></div></div></div><div style="text-align: justify;" id="main-wrapper"> <div class="main section" id="main"><div class="widget Blog" id="Blog1"> <div class="blog-posts hfeed"> <!-- google_ad_section_start(name=default) --> </div></div></div></div>constellationlifehttp://www.blogger.com/profile/05164086233297015616noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2445845527867716107.post-28733986584686711902010-03-12T18:45:00.000-08:002010-03-12T18:47:23.187-08:00Penyebab Global Warming<span style="font-weight: bold; color: rgb(153, 255, 255);font-size:130%;" >1.Efek rumah kaca</span><div style="color: rgb(234, 153, 153); text-align: justify;"><div class="separator" style="clear: both;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh3UqtHk0KRA3AyXn9MGfMaxH4s_d6R-zsahP1_Srnaiy_eEIYIkccQqn3mgN5hdRwYcVcrQG-yG9oo1SiLGZGONa53EwGhph59If4eDX1uHcBezYgsuGr8FfWY0A021rZvdbiVML5xDgo/s1600-h/pemanasan-global1.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh3UqtHk0KRA3AyXn9MGfMaxH4s_d6R-zsahP1_Srnaiy_eEIYIkccQqn3mgN5hdRwYcVcrQG-yG9oo1SiLGZGONa53EwGhph59If4eDX1uHcBezYgsuGr8FfWY0A021rZvdbiVML5xDgo/s320/pemanasan-global1.jpg" border="0" /></a></div>Segala sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari Matahari. Sebagian besar energi tersebut dalam bentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini mengenai permukaan Bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini sebagai radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, karbon dioksida, dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Hal tersebut terjadi berulang-ulang dan mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat.</div><div style="color: rgb(234, 153, 153); text-align: justify;">Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana kaca dalam rumah kaca. Dengan semakin meningkatnya konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak panas yang terperangkap di bawahnya. Sebenarnya, efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi, karena tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin. Dengan temperatur rata-rata sebesar 15 °C (59 °F), bumi sebenarnya telah lebih panas 33 °C (59 °F) dengan efek rumah kaca (tanpanya suhu bumi hanya -18 °C sehingga es akan menutupi seluruh permukaan Bumi). Akan tetapi sebaliknya, akibat jumlah gas-gas tersebut telah berlebih di atmosfer, pemanasan global menjadi akibatnya.</div><div style="color: rgb(111, 168, 220); text-align: justify;font-family:Georgia,";"><span style="font-size:large;"><br /></span></div><div style="color: rgb(111, 168, 220); text-align: justify; font-weight: bold;font-family:Georgia,";"><span style="font-size:130%;">2. Efek umpan balik</span></div><div style="color: rgb(234, 153, 153); text-align: justify;">Efek-efek dari agen penyebab pemanasan global juga dipengaruhi oleh berbagai proses umpan balik yang dihasilkannya. Sebagai contoh adalah pada penguapan air. Pada kasus pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca seperti CO2, pemanasan pada awalnya akan menyebabkan lebih banyaknya air yang menguap ke atmosfer. Karena uap air sendiri merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan terus berlanjut dan menambah jumlah uap air di udara hingga tercapainya suatu kesetimbangan konsentrasi uap air. Efek rumah kaca yang dihasilkannya lebih besar bila dibandingkan oleh akibat gas CO2 sendiri. (Walaupun umpan balik ini meningkatkan kandungan air absolut di udara, kelembaban relatif udara hampir konstan atau bahkan agak menurun karena udara menjadi menghangat). Umpan balik ini hanya dapat dibalikkan secara perlahan-lahan karena CO2 memiliki usia yang panjang di atmosfer. Efek-efek umpan balik karena pengaruh awan sedang menjadi objek penelitian saat ini. Bila dilihat dari bawah, awan akan memantulkan radiasi infra merah balik ke permukaan, sehingga akan meningkatkan efek pemanasan. Sebaliknya bila dilihat dari atas, awan tersebut akan memantulkan sinar Matahari dan radiasi infra merah ke angkasa, sehingga meningkatkan efek pendinginan. </div><div style="color: rgb(234, 153, 153); text-align: justify;">Umpan balik penting lainnya adalah hilangnya kemampuan memantulkan cahaya (albedo) oleh es. Ketika temperatur global meningkat, es yang berada di dekat kutub mencair dengan kecepatan yang terus meningkat. Bersama dengan melelehnya es tersebut, daratan atau air dibawahnya akan terbuka. Baik daratan maupun air memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit bila dibandingkan dengan es, dan akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi Matahari. Hal ini akan menambah pemanasan dan menimbulkan lebih banyak lagi es yang mencair, menjadi suatu siklus yang berkelanjutan.</div><div style="color: rgb(234, 153, 153); text-align: justify;">Umpan balik positif akibat terlepasnya CO2 dan CH4 dari melunaknya tanah beku (permafrost) adalah mekanisme lainnya yang berkontribusi terhadap pemanasan. Selain itu, es yang meleleh juga akan melepas CH4 yang juga menimbulkan umpan balik positif.</div><div style="color: rgb(234, 153, 153); text-align: justify;">Kemampuan lautan untuk menyerap karbon juga akan berkurang bila ia menghangat, hal ini diakibatkan oleh menurunya tingkat nutrien pada zona mesopelagic sehingga membatasi pertumbuhan diatom daripada fitoplankton yang merupakan penyerap karbon yang rendah</div><br /><div style="text-align: justify;"><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);font-size:130%;" >Jadi dapat disimpulkan bahwa Secara umum pemanasan global didefinisikan dengan meningkatkan suhu permukaan bumi oleh gas rumah kaca akibat aktivitas manusia</span><br /><span style="font-size:130%;"><b style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">Selain itu, umpan balik juga memiliki andil penyebab terjadinya pemanasan global</b></span></div><div style="text-align: justify;"><div style="text-align: justify;"><br />Sumber<br />http://id.wikipedia.org/wiki/Pemanasan_global<br />http://infopemanasanglobal.wordpress.com/2009/03/08/penyebabpemanasanglobal/<br /></div><br /><span style="color: rgb(255, 102, 102);font-size:130%;" ><span style="font-weight: bold;">Rizka Afriani (H1E109034)</span></span><br /></div>constellationlifehttp://www.blogger.com/profile/05164086233297015616noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2445845527867716107.post-4997348754152167832010-03-11T20:03:00.000-08:002010-03-11T20:06:27.080-08:00APA itu DDT?????<div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);">Mungkin masih ada yang belum mengetahui apa sebenarnya DDT. Saya sendiri baru mengetahuinya baru-baru ini. Memang sedikit terlambat, tapi itu lebih baik daripada tidak mengetahuinya sama sekali...........<br />DDT atau Dichlorodiphenyltrichloroethane adalah <span style="color: rgb(255, 153, 0);font-size:130%;" ><span style="font-weight: bold;">pestisida sintetik pertama dari zaman modern. Itu menjanjikan banyak hal, tetapi akhirnya menciptakan keprihatinan luas sebagai suatu bahaya lingkungan. DDT adalah senyawa hidrokarbon terklorinasi. Tiap heksagon dari struktur ini terdapat gugus fenil (C6H5-) yang memiliki atom klor yang mengganti satu atom hidrogen. Namun, perubahan kecil pada struktur molekularnya dapat membuat hidrokarbon terklorinasi ini aktif secara kimia.</span></span><br />DDT diproduksi secara massal pada tahun 1939, setelah seorang kimiawan bernama Paul Herman Moller menemukan dengan dosis kecil dari DDT maka hampir semua jenis serangga dapat dibunuh dengan cara mengganggu sistem saraf mereka. Pada waktu itu, DDT dianggap sebagai alternatif murah dan aman sebagai jenis insektisida bila dibandingkan dengan senyawa insektisida lainnya yang berbasis arsenik dan raksa. Sayangnya, tidak seorangpun yang menyadari kerusakan lingkungan yang meluas akibat pemakaian DDT.<br />Sebagai suatu senyawa kimia yang persisten, DDT tidak mudah terdegradasi menjadi senyawa yang lebih sederhana. Ketika DDT memasuki rantai makanan, ini memiliki waktu paruh hingga delapan tahun, yang berarti setengah dari dosis DDT yang terkonsumsi baru akan terdegradasi setelah delapan tahun. Ketika tercerna oleh hewan, DDT akan terakumulasi dalam jaringan lemak dan dalam hati. Karena konsentrasi DDT meningkat saat ia bergerak ke atas dalam rantai makanan, hewan predator lah yang mengalami ancaman paling berbahaya. Populasi dari bald eagle dan elang peregrine menurun drastis karena DDT menyebabkan mereka menghasilkan telur dengan cangkang yang tipis dimana telur ini tidak akan bertahan pada masa inkubasi. Singa laut di lepas pantai California akan mengalami keguguran janin setelah memakan ikan yang terkontaminasi.<br />Pada 1970-an dan 1980-an, pertanian penggunaan DDT dilarang di sebagian besar negara maju, dimulai dengan Hungaria pada 1968, kemudian di Norwegia dan Swedia pada 1970, dan Amerika Serikat pada tahun 1972, tetapi tidak dilarang di Kerajaan Inggris sampai 1984. Para Konvensi Stockholm, yang mulai berlaku tahun 2004, melarang beberapa polutan organik dan membatasi penggunaan DDT untuk pengendalian vektor. Konvensi telah diratifikasi oleh lebih dari 160 negara dan didukung oleh sebagian besar kelompok-kelompok lingkungan hidup. Menyadari bahwa penghapusan total penggunaan DDT di banyak negara-negara yang rawan malaria saat ini tidak layak karena ada beberapa terjangkau atau alternatif yang efektif, kesehatan publik penggunaan DDT dibebaskan dari larangan sampai alternatif dikembangkan.<br />Dampak Lingkungan<br />DDT adalah polutan organik persisten yang sangat hidrofobik dan sangat diserap oleh tanah. Tergantung pada kondisi tanahnya kehidupan setengah dapat berkisar dari 22 hari sampai 30 tahun. Ketika diterapkan pada ekosistem perairan maka dengan cepat diserap oleh organisme dan oleh tanah atau menguap, meninggalkan sedikit DDT terlarut dalam air itu sendiri. Di Amerika Serikat, bahan kimia ini terdeteksi di hampir semua sampel darah manusia diuji oleh Centers for Disease Control di tahun 2005.<br />Efekmkronis<br />DDT telah menyebabkan efek kronis pada sistem saraf, hati, ginjal, dan sistem kekebalan pada hewan percobaan. Tingkat dosis di mana efek yang diamati berada pada tingkat yang sangat jauh lebih tinggi daripada yang dapat biasanya ditemukan pada manusia.<br />Efekareproduksi<br />DDT menyebabkan efek yang merugikan reproduksi hewan uji. Dalam satu studi tikus, oral dosis 7,5 mg/kg / hari selama 36 minggu mengakibatkan kemandulan. Dalam kelinci, dosis 1 mg/kg / hari diberikan pada hari 4-7 kehamilan mengakibatkan penurunan berat janin. Pada tikus, dosis 1,67 mg/kg perhari menghasilkan penurunan implantasi embrio dan penyimpangan dalam oestrus siklus lebih dari 28 minggu. Banyak dari pengamatan ini mungkin merupakan akibat dari gangguan terhadap sistem endokrin (hormon).<br />EfekaTeratogenica(lahiracacat)<br />Ada bukti bahwa DDT menyebabkan efek teratogenic pada hewan uji. Pada tikus, dosis dari 26 mg/ kg/ hari DDT dari kehamilan sampai laktasi mengakibatkan gangguan belajar dalam labirin tes. Penelitian epidemiologi yang melibatkan manusia tidak tersedia.<br />Kanker<br />Bukti yang berkaitan dengan DDT dan carcinogenicity memberikan kesimpulan pasti. Tumor itu telah meningkatkan produksi, terutama di hati dan paru-paru, dalam uji binatang seperti tikus, tikus dan hamster dalam beberapa penelitian, tetapi tidak pada yang lain. Pengujian laboratorium telah menunjukkan tikus yang lebih sensitif terhadap DDT. Dosis 0,4 mg / kg / hari menyebabkan tumor paru-paru pada generasi kedua dan leukemia pada generasi ketiga, dan hati yang diinduksi tumor di oral dosis 0,26 mg / kg / hari dalam dua studi terpisah.<br />US Department of Health and Human Services (DHHS) telah menetapkan bahwa DDT secara wajar dapat diantisipasi menjadi karsinogen manusia.<br /><br />Sumber:<br /><span style="font-style: italic;">http://translate.google.co.id/translate?hl=id&sl=en&tl=id&u=http%3A%2F%2Fen.wikipedia. org%2Fwiki%2FDDT</span><br /><span style="font-style: italic;"> http://www.chem-is try.org/artikel_kimia/kimia_lingkungan/ancaman_ddt_di_abad_21/</span><br /><span style="font-style: italic;"> http://translate.google.co.id/translate?hl=id&sl=en&tl=id&u=http%3A%2F%2Fwww.pan-uk.org%2Fpestnews%2FActives%2Fddt.htm<br /><br /><br /></span><div style="text-align: right;"><span style="font-style: italic;">Rizka Afriani (H1E109034)</span><br /><span style="font-style: italic;"></span></div></div>constellationlifehttp://www.blogger.com/profile/05164086233297015616noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2445845527867716107.post-57766405889588860762010-03-11T19:50:00.000-08:002010-03-11T20:03:10.533-08:00Ppm,, Ppb,,, Ppt...????Part Per Million<br />Merupakan sistem sederhana untuk menunjukkan konsentrasi dari suatu larutan amat terurai. Sistem ini menghasilkan jumlah bagian suatu larutan dalam 1 juta bagian larutan dan dapat dinyatakan secara matematis:<br />Ppm = w x 106<br /><br />1 ppm = 1 mg/L<br />2000 ppm senyawa X di dalam air = 2 gram senyawa X di dalam 1 L air.<br />1% = 10000 ppm<br />1 liter air terkandung 2000 ppm Fe (besi) = 1 liter air terkandung 0.002 mg Fe (besi)<br />2000 ppmv = 2/1000 cm3<br /><br /><div style="color: rgb(230, 145, 56);font-family:";"><span style="font-size:large;">Part Per Billion (Ppb)</span></div>menunjukkan satu bagian per 1000000000 bagian, satu bagian dalam 10 9, dan nilai 1 × 10 -9. . Ini setara dengan 1 tetes air diencerkan ke dalam 250 drum bahan kimia (50 m 3),<br />1 ppm 1000 = 1 ppb<br /><br /><div style="color: rgb(224, 102, 102);font-family:Georgia,";"><span style="font-size:large;">Part per trilliun (PPT)</span></div>menunjukkan satu bagian per 1.000.000.000.000 bagian, satu bagian dalam 10 12, dan nilai 1 × 10 -12.. Ini setara dengan 1 tetes air diencerkan menjadi 20.<br />Part per Quadriliun (ppq) menunjukkan satu bagian per 1.000.000.000.000.000 bagian, satu bagian dalam 10 15, dan nilai 1 × 10 -15.<br /><br /><br /><br />Sumber<br />http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Parts- per_notation<br />Underwood, A.L & R.A. Day, JR. 2002. ANALISIS KIMIA KUANTITATIF EDISI 6. Penerbit Erlangga. Jakarta<br /><br /><div style="text-align: right;"><span style="font-size:130%;"><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 255, 102);">Rizka Afriani(H1E109034)</span></span><br /></div>constellationlifehttp://www.blogger.com/profile/05164086233297015616noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2445845527867716107.post-45623780545016378592010-03-11T19:41:00.001-08:002010-03-11T19:43:32.801-08:00Penyebab Pemanasan Global<div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="color: magenta; font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">1.Efek rumah kaca</span></div><div style="color: rgb(234, 153, 153); text-align: justify;"><div class="separator" style="clear: both;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh3UqtHk0KRA3AyXn9MGfMaxH4s_d6R-zsahP1_Srnaiy_eEIYIkccQqn3mgN5hdRwYcVcrQG-yG9oo1SiLGZGONa53EwGhph59If4eDX1uHcBezYgsuGr8FfWY0A021rZvdbiVML5xDgo/s1600-h/pemanasan-global1.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh3UqtHk0KRA3AyXn9MGfMaxH4s_d6R-zsahP1_Srnaiy_eEIYIkccQqn3mgN5hdRwYcVcrQG-yG9oo1SiLGZGONa53EwGhph59If4eDX1uHcBezYgsuGr8FfWY0A021rZvdbiVML5xDgo/s320/pemanasan-global1.jpg" border="0" /></a></div>Segala sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari Matahari. Sebagian besar energi tersebut dalam bentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini mengenai permukaan Bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini sebagai radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, karbon dioksida, dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Hal tersebut terjadi berulang-ulang dan mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat.</div><div style="color: rgb(234, 153, 153); text-align: justify;">Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana kaca dalam rumah kaca. Dengan semakin meningkatnya konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak panas yang terperangkap di bawahnya. Sebenarnya, efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi, karena tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin. Dengan temperatur rata-rata sebesar 15 °C (59 °F), bumi sebenarnya telah lebih panas 33 °C (59 °F) dengan efek rumah kaca (tanpanya suhu bumi hanya -18 °C sehingga es akan menutupi seluruh permukaan Bumi). Akan tetapi sebaliknya, akibat jumlah gas-gas tersebut telah berlebih di atmosfer, pemanasan global menjadi akibatnya.</div><div style="color: rgb(111, 168, 220); font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div style="color: rgb(111, 168, 220); font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">2. Efek umpan balik</span></div><div style="color: rgb(234, 153, 153); text-align: justify;">Efek-efek dari agen penyebab pemanasan global juga dipengaruhi oleh berbagai proses umpan balik yang dihasilkannya. Sebagai contoh adalah pada penguapan air. Pada kasus pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca seperti CO2, pemanasan pada awalnya akan menyebabkan lebih banyaknya air yang menguap ke atmosfer. Karena uap air sendiri merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan terus berlanjut dan menambah jumlah uap air di udara hingga tercapainya suatu kesetimbangan konsentrasi uap air. Efek rumah kaca yang dihasilkannya lebih besar bila dibandingkan oleh akibat gas CO2 sendiri. (Walaupun umpan balik ini meningkatkan kandungan air absolut di udara, kelembaban relatif udara hampir konstan atau bahkan agak menurun karena udara menjadi menghangat). Umpan balik ini hanya dapat dibalikkan secara perlahan-lahan karena CO2 memiliki usia yang panjang di atmosfer. Efek-efek umpan balik karena pengaruh awan sedang menjadi objek penelitian saat ini. Bila dilihat dari bawah, awan akan memantulkan radiasi infra merah balik ke permukaan, sehingga akan meningkatkan efek pemanasan. Sebaliknya bila dilihat dari atas, awan tersebut akan memantulkan sinar Matahari dan radiasi infra merah ke angkasa, sehingga meningkatkan efek pendinginan. </div><div style="color: rgb(234, 153, 153); text-align: justify;">Umpan balik penting lainnya adalah hilangnya kemampuan memantulkan cahaya (albedo) oleh es. Ketika temperatur global meningkat, es yang berada di dekat kutub mencair dengan kecepatan yang terus meningkat. Bersama dengan melelehnya es tersebut, daratan atau air dibawahnya akan terbuka. Baik daratan maupun air memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit bila dibandingkan dengan es, dan akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi Matahari. Hal ini akan menambah pemanasan dan menimbulkan lebih banyak lagi es yang mencair, menjadi suatu siklus yang berkelanjutan.</div><div style="color: rgb(234, 153, 153); text-align: justify;">Umpan balik positif akibat terlepasnya CO2 dan CH4 dari melunaknya tanah beku (permafrost) adalah mekanisme lainnya yang berkontribusi terhadap pemanasan. Selain itu, es yang meleleh juga akan melepas CH4 yang juga menimbulkan umpan balik positif.</div><div style="color: rgb(234, 153, 153); text-align: justify;">Kemampuan lautan untuk menyerap karbon juga akan berkurang bila ia menghangat, hal ini diakibatkan oleh menurunya tingkat nutrien pada zona mesopelagic sehingga membatasi pertumbuhan diatom daripada fitoplankton yang merupakan penyerap karbon yang rendah</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="color: red; font-family: "Courier New",Courier,monospace; text-align: justify;"><span style="font-size: x-large;">J<b>adi dapat disimpulkan bahwa Secara umum pemanasan global didefinisikan dengan meningkatkan suhu permukaan bumi oleh gas rumah kaca akibat aktivitas manusia</b></span></div><div style="color: red; font-family: "Courier New",Courier,monospace; text-align: justify;"><b><span style="font-size: x-large;">Selain itu, umpan balik juga memiliki andil penyebab terjadinya pemanasan global</span></b></div><div style="text-align: justify;"><br />Sumber<br />http://id.wikipedia.org/wiki/Pemanasan_global<br />http://infopemanasanglobal.wordpress.com/2009/03/08/penyebabpemanasanglobal/<br /><br /><span style="color: rgb(255, 102, 102);font-size:130%;" ><span style="font-weight: bold;">Rizka Afriani (H1E109034)</span></span><br /></div>constellationlifehttp://www.blogger.com/profile/05164086233297015616noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2445845527867716107.post-430632213455991592010-03-11T19:09:00.000-08:002010-03-11T19:29:38.366-08:00kasus teluk buyat<div style="text-align: center;">BAB I<br /><br />PENDAHULUAN<br /></div><br />1.1 LATAR BELAKANG<br /><br /><div style="text-align: justify;"> Hampir seluruh media massa nasional pada minggu ketiga dan keempat Juli 2004 menulis mengenai penderitaan warga Teluk Buyat.Nama Buyat mencuat setelah munculnya keluhan penyakit yang diduga Minamata yang diderita sejumlah warga di Desa Buyat, Minahasa, Sulawesi Utara. Penyakit minamata merupakan sebuah penyakit yang disebabkan oleh cemaran merkuri di sebuah tempat bernama sama di Jepang. Peristiwa di Teluk Buyat diakibatkan karena adanya cemaran merkuri yang diduga berasal dari operasi sebuah perusahaan tambang emas asing PT Newmont Minahasa Raya (NMR).<br /><br /> Akibat kegiatan pertambangan skala besar oleh PT. Newmont Minahasa Raya (NMR), ekosistem perairan laut di teluk Buyat rusak parah akibat buangan 2000 ton tailing setiap hari. Bukan saja itu, kondisi masyarakat di sekitar Teluk Buyat yang mengantungkan hidupnya dari hasil laut dan harus bertahan hidup di wilayah tersebut karena tekanan kemiskinan harus menerima akibat dari pencemaran dan perusakan ekosistem Perairan Teluk Buyat. Terkontaminasi logam berat arsen, lahan tangkapan ikan berpindah jauh ketengah laut, yang semuanya itu menurunkan kualitas hidup sebagian masyarakat Desa Buyat tepatnya masyarakat di dusun V Desa Buyat Pante. Pencemaran Teluk Buyat adalah bentuk bencana ekologis yang merupakan suatu bukti tidak bertanggungjawabnya kita melindungi bumi Sulut sebagai tempat tinggal dan hidup. Perusakan ekosistem laut akibat timbunan tailing yang mengandung logam-logam berat yang mengkontaminasi biota dan bahkan meracuni masyarakat sekitar yang bermukim di sekitar “point source” yang sangat mengantungkan hidupnya dari hasil laut perairan tersebut. Barangkali kontaminasi itupun telah tersebar di sebagian masyarakat Sulawesi Utara melalui ikan-ikan yang telah dikonsumsikan karena dampak pencemaran ini secara ekologi akan melintasi wilayah administrasi suatu wilayah. Pencemaran logam berat terutama logam arsen dan logam merkuri oleh PT. NMR sudah jelas-jelas terbaca pada laporan-laporan RKL/RPL dan sejak tahun 2000 semua itu sudah terlihat, namun masih saja dianggap perusahaan raksasa ini tidak melakukan pencemaran di perairan Teluk Buyat.<br /></div><br /><div style="text-align: justify;"><br />1.2 TUJUAN PENULISAN<br /><br /> Tujuan dari penulisan makalah ini adalah mengetahui proses terjadinya pencemaran di Teluk Buyat, penyebab dan penanggulangan yang dilakukian dalam mengatasi musibah lingkungan ini.<br /><br />1.3 BATASAN MASALAH<br /><br /> Adapun batasan masalah dalam penulisan makalah ini yaitu:<br /><br />a. Minamata di Teluk Buyat<br /></div><br />b. Peristiwa teluk buyat<br /><br />c. Pembuangan limbah tailing ke laut<br /><br />d. Penelitian terkait peristiwa teluk buyat<br /><br />e. Tindak lanjut permasalahan teluk buyat<br /><br /><div style="text-align: justify;">1.4 METODE PENULISAN<br /><br /> Metode penulisan makalah ini dengan mengumpulkan data-data dari literatur-literatur yang bersangkutan. Selain itu pengumpulan data juga didapat dari pencarian informasi-informasi dari internet.<br /></div><br /><br /><br /><div style="text-align: center;">BAB II<br /><br />ISI<br /></div><br /><div style="text-align: justify;">2.1 MINAMATA DI TELUK BUYAT<br /><br />Penyakit minamata merupakan penyakit yang muncul pertama kali di daerah Minamata, Jepang. Penyakit ini diakibatkan tercemarnya lingkungan oleh logam-logam berat khususnya Arsen (As), merkuri (Hg), dan Sianida (Sn). Logam yang sudah mencemari lingkungan akan bersifat bioakumulatif, artinya kadar logam berat akan semakin meningkat pada konsumen tingkat tinggi pada rantai makanan. Peristiwa yang sama juga terjadi di Teluk Buyat, Sulawesi Utara. Gejala penyakit yang timbul antara lain: Mual, pusing, sakit kepala yang hebat, persendian sakit, lemah, kram, gemetar, bahkan yang paling mengejutkan adalah munculnya benjolan pada bagian tubuh tertentu. Benjolan dialami oleh banyak warga dewasa termasuk anak-anak.<br /><br />Beberapa perempuan mengalami keguguran berulang-ulang pada usia kehamilan 5-6 bulan, kelahiran anak yang cacat, dan ada beberapa ibu yang menyusui bayinya dengan sebelah payudara saja, Karena yang sebelahnya ada benjolan. Kesehatan reproduksi perempuan secara umum mengalami penurunan kualitas secara drastis.<br /><br />2.2 PERISTIWA TELUK BUYAT<br /><br />Teluk Buyat yang berada di Minahasa, Sulawesi Utara adalah lokasi pembuangan limbah tailing atau lumpur sisa tambang PT Newmont Minahasa Raya (NMR). Kelompok-kelompok sipil menuduh bahwa Newmont telah membuang 5,5 juta ton merkuri dan arsenik-sarat limbah ke teluk selama 8 tahun masa operasinya. Newmont telah membantah tuduhan tetapi mengakui melepaskan 17 ton limbah merkuri ke udara dan 16 ton ke dalam air selama lima tahun, jumlah yang dikatakan jauh di bawah standar emisi di Indonesia.<br /><br />Pada Tahun 1997 PT.NMR memasang alat pengolah bijih tambang yang mengandung merkuri yang tinggi. Menurut Kepala Dinas Pertambangan Sulut, R.L.E Mamesah, alat ini sengaja dipasang untuk menarik emas yang terbungkus mineral lain, terutama merkuri yang memang sudah ada di alam. Proses ekstraksi emas pada badan bijih yang ditambang menghasilkan limbah halus atau tailing. Metode pelepasan emas ini menggunakan senyawa sianida. Adapun beberapa jenis logam berat yang ikut terangkat dari perut bumi adalah Hg (merkuri), As (Arsen), Cd (Cadmium), Pb (timah) dan emas itu sendiri. Dari proses pengolahan tersebut tentu saja hanya bijih emas yang diambil, dan logam berat yang lain tentu saja dialirkan menjadi limbah halus melalui pipa tailing ke Teluk Buyat.<br /><br />Akhir Juli 1998 warga Buyat Pante dikejutkan dengan bocornya pipa limbah PT NMR. Manajemen PT NMR hanya menjelaskan bahwa pipa limbah bawah laut yang bocor itu pada sambungan flens di kedalaman 10 meter. Penyebabnya terjadi penyumbatan saluran pipa pada 25 Juni dan 19 Agustus 1998 akibat kuatnya tekanan air. Agar saluran dapat berfungsi dengan baik dan dibersihkan pipa limbah di isi dengan air bor dan diberi tekanan udara. Kerugian yang di derita oleh perusahaan yang diperkirakan USS 4,9 juta – (Rp. 52 Miliar), namun tidak pernah menyentil sama sekali apa akibat bocornya pipa tersebut terhadap kelangsungan kehidupan biota laut dan manusia yang ada di sekeliling pipa bocor tersebut.<br /><br />Hasil kajian kelayakan pembuangan limbah tailing ke Teluk Buyat yang dilaksanakan oleh PPLH-SA dan Universitas Sam Ratulangi tahun 1999 menyatakan Beberapa ancaman limbah tambang yang dibuang ke dasar laut sebagai berikut:<br /><br />(1) Limbah lumpur di dasar perairan akan memberikan dampak buruk bagi organisme benthos dan jenis biota laut lainnya,<br /><br />(2) Elemen kimia toksik seperti arsenic, cadmium, mercury, lead, nickel dan sianida dapat merusak ekosistem laut. Lebih berbahaya elemen-lemen kimia yang bersifat karsinogenik terakumulasi dalam rantai makanan yang akhirnya tiba pada manusia.<br /><br />Penempatan limbah tailing di perairan Teluk Buyat telah mengakibatkan perubahan bentuk bathimetri perairan Teluk Buyat, dimana dari hasil pengukuran ketebalan sendimen diperoleh bahwa telah terjadi tumpukan deposisi limbah tailing pada kedalaman 80-90 meter atau di sekitar Anus Pipa Buangan terdapat limbah tailing setebal 10 meter. Limbah Tailing yang terdeposisi memenuhi hampir semua tempat di dasar laut mulai dari kedalaman > 60 meter ini berarti telah terjadi selisih kedalaman 10 meter. Tailing tidak membentuk tumpukan melainkan menyebar ke tempat lain.<br /><br />Perairan Teluk Buyat dalam kurun 1997 – 1999 yaitu dari 5 derajat (8,9%) menjadi 2,2 derajat (3,8%) atau telah mengalami perubahan kemiringan lerengnya. Melihat kemiringan bentang lahan perairan Teluk Buyat menunjukkan bahwa lokasi tidak layak untuk dilewati pipa pembuangan limbah tailing memiliki kriteria kemiringan sebesar 10-20 derajat (Kuntjoro, 1999).<br /><br />Pipa pembuangan limbah tailing PT. NMR berada pada lapisan zona termoklin yaitu 82 meter [kini, (tahun 2000) sudah menjadi 70 meter] memungkinkan untuk naiknya partikel-partikel tailing serta ikutannya untuk mencemari area produktif perairan di teluk Buyat. Ini dibuktikan dengan hasil pengukuran konsentrasi logam Arsen (As) di sendimen di tiga lokasi yaitu: Teluk Totok, Teluk Buyat dan P. Kumeke-Kotabunan sudah berada di di atas ambang batas Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut (budidaya perikanan) Kep.02/MENKLH/1988 dimana nilai ambang batasnya adalah<br /><br /> <0,01><br /><br />Dengan berubahnya kemiringan bentang lahan di perairan di Teluk Buyat dan melihat hasil pengukuran dengan logam Arsen di tiga lokasi pengambilan contoh air, sedimen dan biota, mengindikasikan adanya transportasi partikel-partikel tailing pada kedalaman 20 meter. Dan hasil pengukuran yang dilakukan pada 10 ekor ikan diperoleh bahwa hati dan perut ikan adalah target organ yang mengakumulasi logam Arsen tertinggi, yaitu sekitar 2,777-51,365 ppb, konsentrasi logam besi terakumulasi paling banyak pada daging ikan yaitu sekitar 1,03 – 1,86 ppm sedangkan hati dan perut ikan diperoleh konsentrasi logam besi sekitar 0,07 – 0,63 ppm. Dan basil pengukuran konsentrasi logam berat (Arsen, Cadmium dan Merkuri) diperoleh bahwa biota yang ditangkap dari perairan Teluk Buyat rata-rata sudah terkontaminasi oleh ketiga logam berat tersebut. Air raksa (mercury), Cadmium (Cd), Arsen (As) adalah jenis logam yang apabila terkonsumsi oleh manusia pada konsentrasi tertentu dapat menimbulkan efek terhadap kesehatan.<br /><br />Untuk mengetahui sejauh mana kontaminasi/pencemaran material B3 (khususnya Hg dan As) yang terkandung dalam Tailing PT NMR yang dibuang ke laut, tahun 2000, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi Sulut) melakukan pemeriksaan laboratorium terhadap 20 orang warga Buyat Pante. Hasil pengukuran konsentrasi arsenic dan mercury dalam darah 20 orang warga Buyat Pante oleh speciality Laboratories dibawah tanggung jawab James B Peter MD PhD, diperoleh bahwa dari 20 orang yang diambil darahnya, 18 orang telah memiliki konsentrasi arsenic dalam darah di atas reference range (>11,0 mcg/L) dan 1 orang memiliki konsentrasi arsenic sama dengan 11 mcg/L ‘Toxic range’ untuk arsen adalah <100><br /><br />2.3 PEMBUANGAN LIMBAH TAILING KE LAUT<br /><br />Tailing merupakan batuan dan tanah yang tersisa dari suatu proses ekstraksi bijih logam, seperti bijih emas dan bijih tembaga. Tailing dihasilkan dalam jumlah yang luar biasa besar dari segi volume, mengingat dalam satu ton tanah yang mengandung bijih emas, hanya terdapat 0,001 ton emas murni. Dapat dibayangkan, akan tersisa 0,999 ton tanah (yang dikenal sebagai tailing), serta membutuhkan penanganan lanjut setelah kegiatan penambangan tersebut.<br /><br />Tailing tidak hanya berisi tanah dan batuan, namun juga mengandung unsur-unsur logam berat lainnya yang tidak ekonomis untuk diekstraksi dari kawasan pertambangan tersebut, seperti aluminium (Al), antimony (Sb), dan timah (Sn). Sesungguhnya logam-logam ini terdapat dalam jumlah yang sangat terbatas dan rendah dalam tailing, namun volume tailing yang sangat besar menjadikan kuantitas yang ada akan cukup besar, serta dapat memberikan dampak negatif jika dibuang tanpa pengolahan yang tepat sebelumnya.<br /><br />Merkuri dan arsen berasal dari bahan kimia yang ditambahkan selama proses pengekstraksian bijih emas yang dilakukan. Senyawa arsenik digunakan sebagai bahan tambahan untuk mengikat emas dengan lebih baik (senyawa amalgam) dalam kadar yang lebih tinggi. Namun setelah emas terikat pada arsen, dilakukan proses pemanggangan bijih emas yang terikat arsen.<br /><br />Saat proses pemanggangan, arsen akan terlepas sebagai gas dan terjadi reduksi konsentrasi arsen dalam bijih tersebut. Proses pengolahan gas buang hasil pemanggangan dilakukan dengan penyemprotan (scrubbing) pada alat pengendali pencemaran udara. Air yang berperan sebagai scrubber dalam proses tadi masih membutuhkan penanganan lebih lanjut sebelum dibuang ke laut bersama sisa tailing yang ada.<br /><br />Senyawa merkuri juga digunakan sebagai senyawa amalgam untuk emas (membantu pengikatan emas) dalam tailing yang akan diekstraksi. Tailing yang mengandung bijih emas akan terikat bersama merkuri. Untuk mengurangi kadar merkuri pada pengolahan tailing tersebut, umumnya dilakukan pemerasan dengan menggunakan fabric filter. Merkuri sisa perasan yang tersisa dalam bentuk cair tersebut, juga harus diolah lebih lanjut. Kandungan merkuri dan arsen yang terdapat dalam tailing juga harus diperhatikan, mengingat recovery percentage dari arsen maupun merkuri tidak akan pernah mencapai 100 %.<br /><br />Pembuangan limbah tailing ke laut (Sub Marine Tailing Disposal) dimulai di Teluk Buyat, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara pada bulan Maret 1996. Ketika pertama kali tailing dialirkan ke kedalaman 82 meter dan jarak 900 meter tepi pantai, beberapa perisitiwa yang merugikan masyarakat setempat terjadi. Rangkaian peristiwa matinya ikan-ikan terjadi setelah Maret 1996 tailing (limbah lumpur tambang) dialirkan ke laut. Penduduk juga melihat bahwa laut semakin keruh dan ikan-ikan sulit didapat. Nener (benih bandeng) hilang dan ikan tangkapan sejak tahun 1997 tinggal 13 jenis ikan saja (hasil pemetaan partisipatif masyarakat dan Walhi Sulut, 2000).<br /><br />2.4 PENELITIAN TERKAIT PERISTIWA TELUK BUYAT<br /><br />Penelitian pertama dilakukan oleh tim yang dikenal dengan sebutan Tim Independen. Penelitian ini dibiayai oleh PT. NMR. Hasil penelitian tersebut, yang diantaranya menyimpulkan terjadinya pencemaran logam berbahaya pada sedimen, plankton dan jaringan ikan. Namun PT.NMR menolak hasil tersebut dan menyatakan metodologi penelitian tersebut tidak valid dan kurang memadainya peralatan laboratoriun di Universitas Sam Ratulangi. PT.NMR dan Pemda Sulawesi Utara menginisiasi penelitian klarifikasi dan menamakan sebagai Tim Terpadu.<br /><br />Beberapa penelitian yang dilakukan sejak 1999 hingga 2004 kini, antara lain:<br /><br />1. Logam Berbahaya pada Sedimen dan Ikan<br /><br />Laporan Tim Independen (1999), Kajian Kelayakan Pembuangan Tailing, penelitian WALHI-Dr.Joko Purwanto (2002), dan laporan Pusarpedal-KLH (2004) menunjukkan pada organ ikan (daging, hati dan perut) telah tercemar logam berat, khususnya Arsen (As), merkuri (Hg), dan Sianida (CN). Penelitian-penelitian tersebut diatas, ditambah laporan penelitian Evan Edinger,dkk (2004), laporan Survey P2O-LIPI (2001), dan laporan Tim Terpadu (2000) menunjukkan bahwa beberapa jenis logam berat terdapat dalam konsentrasi yang cukup tinggi di Teluk Buyat. Konsentrasi tertinggi, khususnya As, Sb, Mn, dan Hg ditemukan disekitar pipa tailing. Ddibandingkan dengan Teluk Buyat, konsentrasi logam-logam berat tersebut di Perairan Totok relatif lebih rendah kecuali untuk logam merkuri (Hg).<br /><br />a.<br /><br /><br />Logam Berbahaya Pada Ikan di Perairan Buyat<br /><br />Pada laporan salah satu analisa dokumen RKL/RPL oleh Bapedal/KLH ditemukan sampel ikan Lamontu yang mengandung 22,7 mg/kg arsen, ikan kapas-kapas yang mengandung 5,33 mg/kg merkuri (toleransi WHO 30 mcg/kg). Berdasarkan Kajian Kelayakan Pembuangan Tailing Ke Laut (PPLH-SA Unsrat dan Bapedal) menemukan pada 10 ekor ikan sampel yang dianalisa, diperoleh hati dan perut ikan merupakan organ yang mengakumulasi logam Arsen tertinggi, yaitu sekitar 2,772 ppb – 5,1365 ppb, konsentrasi logam besi (Fe) terakumulasi paling banyak pada daging ikan, yaitu sekitar 1,03 – 1,86 ppm, sedangkan pada hati dan perut ikan diperoleh konsentrasi logam besi sekitar 0,07 – 0,63 ppm. Dan hasil pengukuran konsentrasi logam berat (Arsen, Kadmiun, dan Merkuri) diperoleh bahwa biota yang ditangkap dan perairan Teluk Buyat rata-rata sudah terkontaminasi oleh ketiga logam berat tersebut.<br /><br />Hasil riset Penelitian WALHI- Dr. Joko Purwanto (2002) menemukan dampak penambangan di hulu aliran sungai Buyat dan penempatan tailing PT.NMR di Teluk Buyat telah merubah kondisi ekosistem perairan Teluk Buyat. Distribusi komunitas hewan benthos, zooplankton, dan fitoplankton menjadi tidak normal (dilihat dari analisa log normal). Hal ini menunjukkan bahwa Teluk Buyat telah tidak sehat lagi bagi ekosistem perairannya atau telah terjadi penurunan kualitas lingkungan/ pencemaran lingkungan yang berat.<br /><br />Hasil riset juga menunjukkan bahwa penambangan rakyat yang telah terhenti sejak 10 tahun lalu merubah ekosistem perairan Teluk Ratatotok. Distribusi hewan benthos (dasar laut) menjadi tidak normal sedangkan bagi zooplankton dan fitoplankton masih bersifat distribusi normal.<br />Dari hasil kajian perbandingan kualitas biodiversitas perairan antara wilayah Teluk Buyat dan Teluk Ratatotok diambil kesimpulan bahwa dasar perairan Teluk Buyat mengalami pencemaran lebih berat dibandingkan dengan Teluk Ratatotok.<br /><br />Kajian toksisitas Sianida (CN) dan Kadmium (cd) pada biota laut menujukkan biota laut di Teluk Buyat (lokasi pembuangan tailing) menerima paparan (tercemar) lebih berat dibandingkan dengan di Teluk Ratatotok (lokasi bekas tambang rakyat).<br /><br />b.<br /><br /><br />Logam Berbahaya Pada Sedimen<br /><br />Dari laporan sejumlah penelitian ditemukan konsentrasi beberapa logam berbahaya, diantaranya As, Hg, Sb, Mn dan Siandia (CN) di Perairan Teluk Buyat relatif lebih tinggi dibandingkan perairan lain. Konsentrasi tertinggi umunya ditemukan di sekitar pipa tailing hingga radius sekitar 1 kilometer (sebanding dengan radius sebaran gundukan tailing yang dilaporkan). Logam As, dan Hg pada beberapa penelitian dibawah berada pada konsentrasi yang cukup mengkhawatirkan.Konsentrasi Mangan (Mn) di mulut pipa tailing 3 kali lipat rata-rata diperairan (P2O LIPI, 2001).<br /><br />Dari beberapa data hasil penelitian, Pusarpedal-LH (2003) berkesimpulan bahwa konsentrasi logam berat dalam sedimen di lokasi pembuangan tailing relatif cukup tinggi, khususnya merkuri (Hg) dan Arsen (As). Hal ini dimungkinkan karena keberadaan kedua logam tersebut sudah ada di alam dan dengan adanya proses ekstraksi maka merkuri maupun arsen akan terlarut dalam proses pelindian, yang selanjutnya di proses detoksifikasi membentuk endapan HgS dan terakumulasi di dalam sedimen, sehingga kadar logam tersebut di sekitar daerah pembuangan taliling relatif cukup tinggi.<br /><br />Laporan penelitian WALHI-Dr. Joko Purwanto (2002) Pada 3 wilayah dampak (Teluk Buyat, Sungai Buyat Hilir dan Teluk Totok) menyebutkan senyawa Sianida (CN) pada sedimen keseluruhan wilayah dampak telah melampaui ambang batas toleransi (2-4 kali atau 200%-400%). Sianida (Cn) yang bersifat toksik penyebarannya tertinggi di wilayah Sungai Buyat dan kemudian di wilayah mulut pipa tailing dan wilayah Totok (Sungai dan Teluk Totok). Keberadaan Cn juga ditemukan pada tubuh sampel hewan laut dasar (cacing laut, crustacea) yang hidup di ketiga wilayah sampel tersebut. Penemuan Cn pada sedimen yang cukup tinggi dan juga pada hewan laut bertolak belakang dengan pernyataan PT.Newmont dalam studi AMDAL. Disebutkan dalam studi AMDAL bahwa Sianida akan menguap dengan adanya penetrasi cahaya matahari dan tidak akan diakumulasi oleh hewan laut.<br /><br />Yang juga menarik pada hasil penelitian ini adalah ditemukannya Cn pada sedimen di titik-titik sampel di Sungai Totok Hilir dan Sungai Buyat Hilir. Dapat diduga bahwa telah terjadi rembesan atau aliran permukaan senyawa Sianida Cn ke sungai Buyat Hilir dan Sungai Totok Hilir. Cn merupakan senyawa yang tidak terdapat secara alami dan identik digunakan dalam proses pemisahaan emas PT.NMR.<br /><br />Konsentrasi logam berbahaya (Hg, As, Cd) pada sebagian titik sampel telah melewati ambang batas dan sebagian lain masih mendekati atau di bawah ambang batas. Secara umum, logam berbahaya Cadmium (Cd), Raksa (Hg), dan Arsen (As) pada ketiga wilayah dampak rata-rata mendekati baku mutu. Wilayah Ratatotok mempunyai kadar Cd yang lebih tinggi dari wilayah lainnya. Sebaliknya, willayah Teluk Buyat sepanjang pipa tailing mempunyai kadar Hg lebih tinggi dibanding di Teluk Totok dan Sungai Buyat Hilir. Logam Arsenik (As) dan Raksa (Hg) memiliki kesamaan pola penyebaran. Konsentrasi As dan Hg relatif lebih tinggi ditemukan di wilayah Sungai dan Teluk Buyat dibanding perairan Totok.<br /><br />2. Penelitian Heavy Metal Contamination Of Reef Sediment<br /><br />Dari hubungan antar logam ditunjukkan bahwa logam Arsenik (As) dan Antimon (Sb) merupakan indikator yang tepat atas sedimen tailing, sementara Copper (Co), Cobalt (Co), dan Chrome (Cr) indikator yang konsisten dari sedimen fluvial (sedimen pada sungai). Sedimen tailing memiliki konsentrasi yang sangat tinggi pada dua logam ini, > 660 ppm As, dan > 550 ppm Sb. Konsentrasi merkuri (Hg) memiliki dua puncak konsentrasi tertinggi –satu di ujung pipa tailing (stasiun BY 001, sekitar 5 ppm), dan satu di sedimen lumpur Teluk Totok (stasiun BY 013, sekitar 10 ppm). Iron(Fe), Titanium (Ti) dan Mangan (Mn) paling banyak ditemukan di keseluruhan stasiun pengamatan.<br /><br />Rasio antar logam menunjukkan sejumlah lokasi karang di Teluk Buyat mengandung sedimentasi dari tailing dengan jumlah yang signifikan. Beberapa lokasi terumbu karang ini memiliki kandungan siliciclastic yang relatif rendah pada sedimennya, mengindikasikan bahwa hampir keseluruhan fraksi non-carbonate pada sedimen berasal dari tailing, dan bukan dari sedimen fluvial.<br /><br /><br /><br />Mayoritas laporan penelitian tersebut menemukan konsentrasi tertinggi sejumlah logam berat, --terutama As, Sb, Mn, Hg dan senyawa Sianida secara konsisten ditemukan di sekitar pipa tailing di Teluk Buyat. Penelitian Evan Edinger,dkk menunjukkan konsentrasi As dan Sb yang tertinggi berada di dekat mulut pipa. Logam As dan Sb merupakan logam perunut (metal tracers) yang konsisten sebagai indikator sedimen tailing. Khusus untuk logam merkuri (Hg), penelitian ini menemukan konsentrasi tertinggi terletak pada 2 lokasi, yakni di dekat mulut pipa tailing di Teluk Buyat dan di muara Sungai Totok.<br /><br />Penelitian Pusarpedal-LH menemukan konsentrasi tertinggi logam Antimon (Sb) dan Arsen tertinggi berada di Perairan Teluk Buyat (stasiun C sekitar 1 kilometer depan pipa tailing dan BB6 di laut luar sekitar 3 kilometer depan Teluk Buyat). Konsentrasi kedua logam tersebut (As, dan Sb) di Perairan Totok relatif lebih rendah dibanding di Teluk Buyat.<br /><br />Pemantauan Pusarpedal-KLH juga menemukan konsentrasi Hg, baik di sedimen dan air, di wilayah Teluk Buyat lebih tinggi dibandingkan di Teluk Totok. Konsentrasi Hg yang lebih tinggi di Perairan Buyat dibandingkan Perairan Totok juga ditunjukkan oleh laporan penelitian WALHI-Dr. Joko Purwanto (2002).<br /><br />Konsentrasi Sianida yang tinggi di Teluk Buyat, dan Sungai Buyat berasal dari aktivitas PT.Newmont Minahasa Raya, baik melalui pipa tailing maupun rembesan di darat (lokasi tambang). Sumber Sianida (CN) juga berasal dari rembesan di darat (tambang NMR) diidarat diindikasikan dari konsentrasi Sianida yang relatif tinggi di Sungai Buyat dan juga Sungai Totok.<br /><br />2.5 TINDAK LANJUT PERMASALAHAN TELUK BUYAT<br /><br />Dengan Merebaknya dugaan pencemaran logam-logam berat perairan Teluk Buyat di Minahasa Selatan Sulawesi Utara di berbagai media massa, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan para stakeholder perlu mengambil langkah-langkah yang tepat dengan penekanan pada prinsip-prinsip kehati-hatian (precautionary principles) dalam penanganan kasus ini. Beberapa langkah penanganan yang harus segera dilakukan adalah:<br /><br />1. Departemen Kesehatan menentukan jenis penyakit yang diderita oleh warga dan melakukan pengobatan dan bila perlu pencegahan.<br /><br />2. Membentuk tim untuk melakukan penyelidikan terpadu yang terdiri dari Tim Pengarah dan Tim Teknis. Tim ini beranggotakan instansi pemerintah terkait, pemerintah daerah, LSM, perguruhan tinggi, dan pakar. Tim terpadu tingkat pusat akan bekerjasama dengan Tim Independen ditingkat Daerah.<br /><br />3.Memberikan informasi kepada masyarakat secara terus menerus<br /><br />4. Penegakan hukum terhadap pihak yang melanggar.<br /><br />Dari kajian hukum yang dilakukan diperoleh cukup bukti bahwa PT NMR melakukan beberapa pelanggaran perizinan:<br /><br />1. pelanggaran terhadap syarat izin usaha yang diindikasikan dengan pelanggaran terhadap RKL/RPL,<br /><br />2. pelanggaran terhadap izin pengelolaan tailing sebagai limbah B3,<br /><br />3. pelanggaran atas izin pembuangan limbah tambang (dumping tailing)<br />ke laut dan pelanggaran itu dapat dikategorikan sebagai perbuatan pidana sebagaimana diatur dan diancam dengan pasal 43 UU No. 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.<br /><br />Yang tidak kalah penting, karena perbuatan pidana tersebut dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korporasi maka penyidikannya harus diarahkan kepada tindak pidana korporasi dan penambahan sanksi tata tertib sebagaimana diatur dalam pasal 47 UU No. 23/1997, yaitu dengan memasukkan kewajiban clean-up (atas Teluk Buyat), dan pemantauan selama 30 tahun sebagai bagian dari sanksi peraturan tersebut.<br /><br />Berdasarkan fakta-fakta di atas, tim teknis merekomendasikan; pembuangan tailing adalah ilegal untuk itu diperlukan upaya hukum terhadap Newmont. Di samping itu, berdasarkan prinsip kehati-hatian dini untuk selanjutnya penerapan pembuangan limbah tambang ke laut (STD) dilarang di Indonesia. Selain itu juga upaya relokasi terhadap warga Teluk Buyat karena lautnya tercemar dan ikannya tidak layak dimakan, juga kondisi udaranya buruk dan air minum yang dipasok Newmont pun telah tercemar.<br /><br /><br /></div><br /><div style="text-align: center;">BAB III<br /><br />PENUTUP<br /></div><br /><div style="text-align: justify;">3.1 KESIMPULAN<br /><br />a. Penyakit yang dialami masyarakat di wilayah Teluk Buyat memiliki gejala yang sama dengan peristiwa di Minamata, Jepang yaitu penyakit minamata yang disebabkan tercemarnya lingkungan oleh logam-logam berat. Gejala yang ditimbulkan penyakit ini antara lain: Mual, pusing, sakit kepala yang hebat, persendian sakit, lemah, kram, gemetar, muncul benjolan pada bagian tubuh tertentu, keguguran berulang-ulang pada usia kehamilan 5-6 bulan, kelahiran anak yang cacat.<br /><br />b. Pencemaran di Teluk Buyat terjadi karena adanya pembuangan tailing oleh PT. NMR. Tailing merupakan batuan dan tanah yang tersisa dari suatu proses ekstraksi bijih logam, seperti bijih emas dan bijih tembaga<br /><br />c. Pada Tahun 1997 PT.NMR memasang alat pengolah bijih tambang yang mengandung merkuri yang tinggi. Akhir Juli 1998 warga Buyat Pante dikejutkan dengan bocornya pipa limbah PT NMR. Manajemen PT NMR hanya menjelaskan bahwa pipa limbah bawah laut yang bocor itu pada sambungan flens di kedalaman 10 meter. Penyebabnya terjadi penyumbatan saluran pipa pada 25 Juni dan 19 Agustus 1998 akibat kuatnya tekanan air. Penempatan limbah tailing di perairan Teluk Buyat telah mengakibatkan perubahan bentuk bathimetri perairan Teluk Buyat. Tailing tidak membentuk tumpukan melainkan menyebar ke tempat lain.<br /><br />d. Pipa pembuangan limbah tailing PT. NMR berada pada lapisan zona termoklin yaitu 82 meter [kini, (tahun 2000) sudah menjadi 70 meter] memungkinkan untuk naiknya partikel-partikel tailing serta ikutannya untuk mencemari area produktif perairan di teluk Buyat.<br /><br />e. Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratoriom terhadap 20 orang yang diambil darahnya, 18 orang telah memiliki konsentrasi arsenic dalam darah di atas reference range (>11,0 mcg/L) dan 1 orang memiliki konsentrasi arsenic sama dengan 11 mcg/L ‘Toxic range’ untuk arsen adalah <100><br /><br />f. Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa beberapa jenis logam berat terdapat dalam konsentrasi yang cukup tinggi di Teluk Buyat. Konsentrasi tertinggi, khususnya As, Sb, Mn, dan Hg ditemukan disekitar pipa tailing<br /><br />g. Selain akibat pembuangan tailing oleh PT. NMR, kegiatan penambangan liar di sekitar Teluk Buyat juga memberi kontribusi yang besar tercemarnya Teluk Buyat.<br /><br />h. Tim teknis merekomendasikan pembuangan tailing adalah ilegal untuk itu diperlukan upaya hukum terhadap Newmont. Di samping itu, berdasarkan prinsip kehati-hatian dini untuk selanjutnya penerapan pembuangan limbah tambang ke laut (STD) dilarang di Indonesia.<br /><br />3.2 SARAN<br />Kerjasama dengan penuh rasa tanggung jawab dari semua pihak sangat diperlukan dalam menghadapi hal ini. Kesehatan manusia dan lingkungan merupakan prioritas utama dari penanganan yang dilakukan. Hal lain yang harus diperhatikan adalah agar penanganan dilakukan dengan prinsip kehati-hatian, dan tidak tergesa-gesa. Ketergesa-gesaan dalam pengambilan keputusan akan membuat kepanikan dan semakin memberatkan penderita.<br /><br />Daftar Pustaka<br /><br />Jull Takaliuang, 2004, Perkembangan Kasus Buyat, http://www.buyatdisease.com/berita/13.php, 16 Februari 2010.<br /><br />Harry Bhaskara, 2005, Apakah ada pelajaran untuk belajar dari kasus pertambangan Buyat?, http://www.minesandcommunities.org/article.php, 16 februari 2010.<br /><br />Masnellyarti Hilman, 2004, Hasil Penelitian Tim Terpadu dan Sikap Pemerintah terhadap Pencemaran Teluk Buyat Minahasa Selatan Sulawesi Utara, http://www.menlh.go.id/home/index.php?option=com_content&view=article&id=1157%3AHasil-Penelitian-Tim-Terpadu-dan-Sikap-Pemerintah-terhadap-Pencemaran-Teluk-Buyat--Minahasa-Selatan-Sulawesi-Utara&catid=43%3Aberita&Itemid=73〈=en, 16 februari 2010.<br /><br />Veronica A. Kumurur, 2004, Pencemaran Perairan Teluk Buyat, Sulawesi Utara Indonesia, http://www.scribd.com/doc/18234608/Pence-Mar-An-Perairan-Dan-Kebutuhan-Akan-Hutan, 17 Februari 2010.<br /><br />Jalal, 2009, Teluk Buyat, Lima Tahun Kemudian, http://www.csrindonesia.com/data/articles/20090804141607-a.pdf, 16 Februari 2010.<br /><br />Jull Takaliuang, 2004, http://www.buyatdisease.com/penyakit/index.htm, http://www.buyatdisease.com/penyebab/index.htm,danhttp://www.buyatdisease.com/penyakit/manusia.htm, 17 Februari 2010.<br /><br /><br /><br />Rizka Afriani (H1E109034)</div>constellationlifehttp://www.blogger.com/profile/05164086233297015616noreply@blogger.com0